Ketika Ancaman Hukuman Tak Menjerakan Pemutilasi
Maka di Situ Psikologi Berperan
Oleh : Tugimin Supriyadi & Didik Rochyadi Mangkupradja
Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
tugimin.supriyadi@dsn.ubharajaya.ac.id
Kejahatan pembunuhan yang kemudian dilanjutkan dengan mutilasi, menjadikan masyarakat kita panik. Hal itu tak lain dan tak bukan karena ancaman hukuman 20 tahun penjara sampai dengan hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman mati sekalipun tidak mampu membuat “jera” pelaku. Belakangan kejahatan pembunuhan sadistis terus saja terjadi. Hal ini yang membuat miris masyarakat kita. Apalagi ketika ancaman hukuman tak mampu menjerakan.
Kata-kata “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun”, rupanya belum terlalu ampuh untuk menggugurkan niat seseorang untuk melakukkan kejahatan pembunuhan, dan juga dilanjutkan dengan pemutilasian. Tentu saja ini menimbulkan tanda Tanya besar, kenapa?
Jawabannya tentu berbagai macam versi sesuai dengan bidang keahlianya masing-masing. Yang dari bidang hukum, jawaban bisa jadi, karena pemerintah, polisi dan pakar hukum belum maksimal dalam melakukkan sosialisasi. Sementara dari sisi psikologis, jawabannya adalah perlu “sentuhan psikologis” agar individu tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain akibat perbuatannya.
Kejahatan pembunuhan disertai mutilasi masih terus saja terjadi. Niat pelaku yang merasa bisa menghilangkan jejak setelah memutilasi, selama ini banyak terbantahkan karena keberhasilan petugas mengungkap peristiwanya, seolah diabaikan begitu saja.
Kasus pembunuhan berencana disertai mutilasi di Klaten, Jawa Tengah, dipicu masalah sepele, uang Rp 20.000. Anehnya, walaupun diancam dengan hukuman 20 tahun penjara, atau mungkin seumur hidup, dan bahkan ancamannya hukuman mati, pelaku tidak menyesali perbuatannya. Pada Kamis (22/6/2023) dini hari, Turah alias Daud (40) asal Wonosobo membunuh Ratna (57) di Desa Nangsri, Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Keduanya adalah teman yang tinggal dalam rumah yang sama. ”Saya tidak menyesal. Saya dituduh mencuri Rp 20.000. Ide (membunuh) muncul dari diri sendiri,” kata Turah di Klaten, Kamis siang.
Rasa sakit hati memicu terjadinya kasus mutilasi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Perasaan itu timbul gegara pelaku tidak dipinjami sepeda motor oleh korbannya. Pelaku memutilasi korbannya untuk menghilangkan jejak atas tindak pembunuhan berencana yang dilakukannya. Sejatinya, Suyono dan Rohmadi merupakan rekan kerja di sebuah toko mebel di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Niat membunuh muncul dalam benak Suyono sejak Rabu (17/5/2023). Pasalnya, Rohmadi tak mau meminjamkan sepeda motornya kepada Suyono. Penolakan itu membuatnya jengkel sehingga merencanakan pembunuhan.