Semarang – INFOPlus. Korban kasus mafia tanah modus penipuan jual beli lahan di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, diduga lebih dari satu orang.
Dalam kasus penipuan tersebut, Polrestabes Semarang sudah menangkap dua orang. Yakni Agus Salim, mantan Kades Bedono dan seorang perempuan bernama Tiyari, warga Genuk yang diduga mafia tanah.
Kedua tersangka ditangkap atas laporan korban Yuliati, warga Gebangsari, Kecamatan Genuk, Semarang. yang mengalami kerugian senilai Rp 800 juta.
Kuasa hukum korban, M Ardana Inanda meyakini masih ada korban lain selain kliennya. Artinya, korban lebih dari satu orang.
Karena itu ia minta korban lain untuk melapor dan pihaknya siap mengawal kasus tersebut hingga tuntas.
“Saya harap jika ada korban lain, silakan segera datang dan akan kami kawal sampai tuntas. Untuk sementara kita telah melaporkan dan kedua tersangka sudah ditindaklanjuti sudah dilimpahkan ke Kejaksaan,” ungkapnya di kantor hukum Java Een Glorie, Sabtu (12/10).
Lebih lanjut Ardana membeberkan kronologi penipuan atau kasus mafia tanah yang menimpa kliennya.
Bermula pada tahun 2019, korban ditawari oleh tersangka Tiyari sebuah tambak seluas 1 hektar lebih dan dijanjikan bahwa tanah tersebut akan terkena proyek startegis nasional (PSN).
“Saat itu saudara Tiyari dan Agus Salim menawarkan tanah seharga Rp 800 juta dan akan terkena PSN. Dari proyek tersebut, korban dijanjikan mendapatkan keuntungan tiga kali lipat,” ujarnya.
Karena tertarik dengan keuntungan itu, lanjutnya, korban membeli tanah tersebut dengan kelengkapan surat letter C dari pihak desa.
“Setelah kami cari lebih jauh, ternyata tanah tersebut sudah punya sertifikat hak milik oleh orang lain,” kata dia
Dari kasus tersebut, Ardana menduga masih ada pelaku lain, seperti perangkat desa, yang bekerja sama dalam menerbitkan letter C itu.
“Saya rasa pasti ada keterlibatan perangkat desa lainnya,” ucapnya.
Ditambahkan, korban sempat diajak untuk menyelesaikan kasus secara kekeluargaan. Namun, semenjak tahun 2019, para tersangka tidak ada etika baik untuk menyelesaikannya.
“Klien kami sempat diajak RJ (restorative justice) oleh tersangka, tapi berbelit. Saya harap mereka dihukum sesuai UU yang berlaku,” pungkas Ardana. []