Distress Psikologis Pemutilasi Di Semarang Oleh : Tugimin Supriyadi

oleh

Berita menghebohkan dan mengejutkan kembali terjadi di Semarang Jawa Tengah, seorang pekerja air isi ulang (Mh, 27tahun ) menghabisi nyawa juragannya dengan keji. Mh menghantam kepala kurban dengan linggis dari pelipis kanan tembus ke pelipis kiri. Tersangka Hh kemudian memutilasi juragannya menjadi 4 empat bagian, dan selanjutnya di cor dengan semen. Sontak peristiwa ini menjadi berita terheboh di bulan Mei 2023, dan menjadi tending topic media nasional.

Tak ayal renan-rekan pewarta dengan serta merta mengajukan berbagai pertnyaan dugaan-dugaan berkait dengan kepribadian pelaku yang telah diteteapkan sebagai tersangka ini. Lalu bagaimana  kita mencermati peristiwa ini agar bisa mendapatkan gambaran  psikologis tersangka?

Sebagai orang yang peduli dengan situasi psikologis masyarakat kita ,  masih segar dalam ingatan kita bahwa perilaku seperti apa yang dilakukan oleh tersangka, tersangka bisa dikatakan mengalami Distress Psikologis. Pelaku atau tersangka mengalami keadaan kesehatan mental yang negative. Sehingga pelaku baik langsung maupun tidak langsung berkait dengan kondisi kesehatan mental dari tersangka.

INFO lain :  Bangga

Seperti apa yang dikatakan Bushman (1998), bahwa seorang yang mengalami Distress Psikologis atau orang-orang yang mengalami keadaan emosi negative, seperti cemas, depresi, seseorang cenderung tidak mempercayai orang lain. Seperti halnya tersangka dalam peristiwa ini, dirinya tidak lagi percaya pada orang lain, suka berlawanan, suka menyerang, dan menghukum orang lain. Dirinya juga cenderung dingin secara emosional, jauh secara interpersonal, dan mengungkapkan permusuhan antagonik.

INFO lain :  Saat Polri Berubah

Motif Di balik Mutilasi

Bila kemudian kita bertanya apa motif tersangka melakukkan pembunuhan dengan sadis dan kemudian memutilasi? Tersangka menyimpan dendam yang amat sangat (kalau tidak mau dibilang dendam kesumat). Tersangka juga sering direndahlan dan dikucilkan. Kemudian tersangka juga merasa hidupnya dikucilkan.

Seseorang yang mempunyai masa lalu tidak menyenangkan saat masih kecil, juga bisa menjadi biang dari peristiwa tragis semacam ini.  Mencermati hasil wawancara para pewarta, didapatkan hasil bahwa yang bersangkutan pernah dihajar oleh orangtuanya di saat masih kecil, yang menyebabkan tubuhnya tidak sempurna. Hal ini bisa jadi menjadi simpanan memori yang sangat kuat, sehingga suatu saat bila terdapat kesempatan, bisa melakukkan balas dendam. Balas dendam ini tentu saja tidak hanya terhdap orangtuanya, tetapi juga kepada siapa saja yang membuat dirinya marah, emosi dan membuat dirinya merasa dihinakan.