Mengejar Keadilan Pak Hakim di Kasus Suap Bupati Jepara dan Lasito

oleh

Semarang – Tepat di akhir batas waktu tujuh hari yang diberikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani perkara dugaan korupsi, Terdakwa Lasito langsung menyatakan sikapnya. Upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tipikor Jawa Tengah karena jaksa KPK merasa tak puas dengan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.

Sebagaimana diketahui, Lasito, hakim Pengadilan Negeri Semarang telah divonis bersalah menerima suap atas penanganan perkara. Suap Rp 700 juta diberikan Bupati jepara, Achmad Marzuqi selaku Pemohon praperadilan atas penetapan tersangkanya oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

“Jaksa KPK mengajukan banding atas putusan perkara Lasito,” ungkap Ketua PN Semarang, Sutaji membenarkan adanya upaya itu, belum lama ini.

Permohonan banding secara lisan disampaikan JPU KPK Wawan Yunarwanto pada 10 September 2019 lalu. Atas pernyataan bandingnya, jaksa KPK akan segera menyerahkan memori bandingnya.

Lasito dinilai bersalah sesuai Pasal 12 huruf c Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dakwaan pertama. Selain dipidana 4 tahun penjara, ia juga dipidana denda Rp 400 juta dengan ketentuan jika denda tidak dibayar harus diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” kata majelis hakim dalam putusan perkara Lasito di Pengadilan Tipikor Semaranh.

Putusan dijatuhkan Selasa 3 September 2019, oleh majelis hakim terdiri Aloysius Priharnoto Bayuaji SH MH (ketua), Dr Robert Pasaribu SH MH dan Wini Pramajati SH MH (anggota) dibantu Yekti Mahardika SH MH selaku Panitera Pengganti. Putusan dihadiri jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, Ariawan Agustiartono dan Ni Negah Gina Saraswati, Terdakwa Lasito didampingi tim penasihat hukumnya.

Vonis Lasito dipertimbangkan, hal memberatkan, perbuatannya bertentangan dengan program dan upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatannya mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengadilan dan aparatur pengadilan.

Keadaan meringankan, Terdakwa bersikap sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya. Telah mengembalikan sebagian hasil perbuatannya Rp 350 juta dan belum pernah dihukum.

Upaya banding jaksa seolah tidak terkait pidana badan dan denda yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Lasito. Pasalnya dari tuntutannya semula, putusan itu hanya berbeda sedikit, atau melebihi dari 2/3 dari ketentuan untuk tidak diupayakan banding.

Penuntut Umum pada di persidangan 13 Agustus 2019, mengajukan tuntutan pidananya ke majelis hakim atas perkara Lasito. Yakni, terbukti Pasal 12 huruf c Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menjatuhkan pidana 5 tahun penjara, serta denda Rp 700 juta subsidair 6 bulan kurungan.

Upaya banding jaksa KPK, disinyalir terkait ketidakpuasannya atas putusan majelis perihal peran mantan Ketua PN Semarang, Purwono Edi Santosa dalam perkara terkait. Majelis hakim, seakan “meloloskan” keterlibatan, peran dan tanggungjawab Purwono Edi dalam kasus dugaan suap itu. Meski alat bukti serta fakta sidang membuktikan perannya, Purwono tak dipertimbangkan terlibat.

Sementara, bersamaa , putusan juga dijatuhkan terhadap mantaan Bupati Jepara, Achmad Marzuqi. Majelis hakim menyatakan, Marzuqi bersalah sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

“Menyatakan Terdakwa Ahmad Marzuqi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana  korupsi yang dilakukam secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama penuntut umum,” kata majelis hakim.

Selain menjatuhkan pidana terhadap Ahmad Marzuqi selama  3 tahun, dan denda Rp 400 juta subsidair 3 bulan kurungan, hak politiknya juga dicabut.

“Menjatuhkan pidana tambahan terhadap  Terdakwa Ahmad Marzuqi berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya,” jelas hakim.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut majelis hakim menyatakan, Ahmad Marzuqi bersalah sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Agar menjatuhkan pidana 4 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan. Serta pencabutan hak politiknya selama 5 tahun. Putusan itu telah inkracht karena tidak diupayakan banding.

Fakta Hukum Peran Eks Ketua PN

Pada pemeriksaan perkara Lasito, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa di depan persidangan serta barang bukti yang diajukan di persidangan yang satu dengan lainnya saling bersesuaian. Majelis telah memperoleh fakta-fakta hukum Terdakwa Lasito asalah hakim pada Pengadilan Negeri Semarang berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: D.429.Kp.04.1092 tanggal 27 Juni 1992 dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 10/DJU/Sk/KP04.5/12/2014 tentang Promosi dan Mutasi Hakim Pengadilan Negeri di Lingkungan Peradilan Umum tanggal 12 Desember 2014.

Pada 20 Oktober 2017 Ahmad Marzuqi melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang untuk memeriksa sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai Tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Penetapan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-840/O.3/Fd.1/06/2016 tanggal 16 Juni 2016. Praperadilan dimohonkan agar hakim pada PN Semarang menyatakan penetapan Tersangka terhadap Ahmad Marzuqi tidak sah.

Atas permohonan praperadilan itu, Purwono Edi Santosa selaku Ketua PN Semarang menunjuk Lasito sebagai hakim untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan tersebut.

“Penetapan Nomor: 13/Pid.Pra/2017/PN.Smg tanggal 20 Oktober 2017,” kata hakim dalam pertimbangan fakta hukum putusannya.

Selain itu Purwono Edi Santosa juga menyampaikan kepada Lasito bahwa permohonan tersebut adalah permohonan praperadilan dari Bupati Jepara. Purwono meminta Lasito membantunya jika memungkinkan yang kemudian dijawab oleh Terdakwa dengan mengatakan “Dilihat dulu di persidangan seperti apa pembuktiannya”.

Pada 23 Oktober 2017, Lasito mengeluarkan penetapan hari sidang permohonan praperadilan tanggal 30 Oktober 2017. Selain itu Lasito di ruang kerjanya juga diperkenalkan dengan Ahmad Hadi yang berprofesi sebagai pengacara oleh Ali Nuryahya selaku Panitera Pengganti pada PN Semarang.

Dalam pertemuan tersebut, Lasito meminta uang sejumlah Rp 1 miliar kepada Ahmad Hadi dan menginformasikan bahwa persidangan akan dilaksanakan pada 30 Oktober 2017. Permintaan Lasito tersebut didahului dengan penawaran uang sejumlah Rp 500 juta oleh Ahmad Hadi.

Permintaan uang dan informasi hari sidang dari Lasito tersebut kemudian disampaikan Ahmad Hadi kepada Ahmad Marzuqi pada 24 Oktober 2017 melalui handphone Agus Sutisna.

Setelah melalui pembicaraan dengan Ahmad Marzuqi dan Agus Sutisna, kemudian disepakati bahwa Ahmad Maezuqi bersedia memberikan uang kepada Lasito sejumlah Rp700 juta agar ia mengabulkan permohonan praperadilannya.

Ahmad Marzuqi lalu menyiapkan uang Rp 700 juta, yakni Rp 500 juta dan Rp 218 yang ditukarkan dalam satuan dollar Amerika Serikat sejumlah USD 16.000. Uang seluruhnya diserahkan kepada Ahmad Hadi diberikan kepada Lasito.

Lasito kembali melakukan pertemuan dengan Ahmad Hadi di ruang kerjanya. Dalam pertemuan tersebut Ahmad Hadi menyampaikan jika Ahmad Marzuqi bersedia memberikan uang Rp 700 juta dan langsung disetujui oleh Lasito dengan mengatakan “Ya udah nanti aja”.

Pada 30 Oktober 2017, Lasito membuka persidangan perkara permohonan praperadilan Nomor: 13/Pid.pra/2017/PN.Smg atas nama pemohon Ahmad Marzuqi terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Agenda Lasito menjelaskan kepada Pemohon dan Termohon tentang adanya permohonan intervensi dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

Bersamaan jalannya persidangan praperadilan tersebut, pada 9 November 2017 Lasito melakukan pertemuan dengan Ahmad Hadi di ruang kerjanya di PN Semarang. Dalam pertemuan itu Lasito meminta Ahmad Hadi mengantarkan uang yang telah dijanjikannya ke rumahnya di Jl. Apel III Gg 6 No. 4 Laweyan Solo pada hari Minggu tanggal 12 November 2017. Terdakwa juga menuliskan alamat tersebut dan menyerahkannya.

Menindaklanjuti permintaan itu, pada 12 November 2017, Ahmad Hadi dengan menggunakan mobil Pajero Sport Nomor Polisi H 9928 XY, membawa uang Rp 500 juta dan dan USD 16.000 ke rumah Lasito sebagaimana telah disepakati sebelumnya. Mengelabui agar seolah-olah barang yang dibawanya bukan uang, Ahmad Hadi mengemas uang tersebut ke dalam plastik putih yang bertuliskan “Bandeng Juwana” dan meletakkan satu kotak bandeng presto di atasnya.

Sekira pukul 16.30 WIB Ahmad Hadi tiba di rumah Lasito. Setelah mengetahui kedatangannya, Lasito keluar rumah dan memerintahkannya tetap di luar pagar rumah. Selanjutnya Lasito menerima uang yang telah dikemas dalam plastik putih yang bertuliskan “Bandeng Juwana” tersebut.

Pada 13 November 2017, Lasito memutus perkara permohonan praperadilan Nomor: 13/Pid.Pra/2017/PN.Smg yang pada pokoknya mengabulkan seluruh permohonan pemohon. Menyatakan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-840/O.3/Fd.1/06/2016 tanggal 16 Juni 2016 atas nama Ahmad Marzuqi tidak sah dan batal demi hukum sehingga status tersangkanya dianggap tidak sah.

Putusan tersebut selanjutnya diberitahukan oleh M Chayat selaku Kuasa Hukum Ahmad Marzuqi kepada Ahmad Hadi dengan mengirimkan SMS yang berbunyi “Sudah diputus isinya komitmen”. Selanjutnya sekira pukul 14.41 WIB, Ahmad Hadi menghubungi Ahmad Marzuqi dan menyampaikan permohonannya dikabulkan.

Lasito dinilai mengetahui atau patut menduga perbuatannya menerima uang tersebut di atas dari Ahmad Marzuqi adalah untuk mempengaruhi putusan. Yakni dalam perkara permohonan praperadilan yang diperiksa dan diadilinya mengenai pemeriksaan sah atau tidaknya penetapan Tersangka terhadap Ahmad Marzuqi oleh Penyidik pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Berdasarkan keterangan Lasito, atas penerimaan uang dari Ahmad Marzuqi melalui Ahmad Hadi sebesar Rp 500 juta dan USD 16.000 itu selanjutnya ia gunakan untuk kepentingan perbaikan kantor PN Semarang dalam rangka akreditasi sebesar Rp 150 juta.

Sedangkan uang USD 16.000 ia serahkan kepada Purwono Edi Santosa. Namun, Purwono Edi Santosa membantah bahwa Lasito tidak pernah menyerahkan uang USD 16.000. Lasito sendiri telah mengembalikan uang Rp 350 juta ke rekening penampungan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Keterangan Lasito

Lasito mengungkapkan pernah dipanggil Purwono Edi Santosa (Ketua PN Semarang) ke ruang kerjanya. Saat ia menghadap, Purwono Edi Santosa memberitahukan bahwa akan ada perkara praperadilan yang masuk yaitu dari Bupati Jepara.

Lasito bertanya “Lha perkaranya mana Pak?” lalu dijawab Purwono Edi Santosa “Perkaranya belum masuk” lalu Terdakwa katakan “O ya Pak, kalau belum masuk untuk apa saya dipanggil?” dijawab Purwono Edi Santosa “Saya beritahu” setelah itu membicarakan hal yang lain.

Usai itu Lasito dipanggil lagi Purwono Edi Santosa dan memberitahukan bahwa perkaranya akan masuk (maksudnya perkara praperadilan dari Ahmad Marzuqi). Lasito bertanya “Sudah dimasukkan apa belum?” dijawab “Ini hampir dimasukkan”.

Setelah perkara praperadilan masuk, Lasito dipanggil lagi Purwono Edi Santosa dan dikatakan “Ini ada perkara praperadilan masuk, perkaranya pak Bupati Jepara, Pak Marzuqi, tolong dibantu!”. Lasito lalu bertanya “Dibantu yang bagaimana Pak?”. Lalu dijawab Purwono Edi Santosa, “Ya kalau bisa dimenangkan” lalu Lasito katakan “Saya harus melihat Pak, bagaimana pembuktiannya”.

Lasito menerima penetapan sebagai hakim yang akan memeriksa perkara praperadilan yang dimohonkan Ahmad Marzuqi. Dalam pemeriksaan perkara praperadilan tersebut, Ahmad Marzuqi tidak hadir tetapi diwakili oleh kuasa hukumnya.

Lasito mengaku, Ali Nuryahya selaku Panitera Muda Hukum di PN Semarang pernah menemuinya dan menyampaikan jika ada orang yang ingin bertemu dengannya. Ali Nuryahya mengajak seseorang dan dikenalkan kepadanya yang disebutnya sebagai Ahmad Hadi, orang suruhan Ahmad Marzuqi.

Usai dikenalkan, Ahmad Hadi menyampaikan tujuannya yaitu minta tolong supaya dibantu. Lasito lalu bertanya

“Dibantu yang bagaimana?”. Lalu ia menjawab “Supaya dibantu praperadilannya” lalu Terdakwa katakan “Nanti dilihat dipembuktian di persidangan saja”.

Tiga kali, Lasito mengakui menggelar pertemuan dengan Ahmad Hadi. Pertemuan yang kedua yaitu dia datang lagi yang pada intinya meminta tolong untuk dibantu dan menawarkan uang kepada Terdakwa sejumlah Rp 500 juta. Lasito membantah pernah mengatakan, “Kalau 500 belum jalan, kalau 1 bisa jalan” kepada Ahmad Hadi.

Usai Ahmad Hadi menawarkan uang tersebut, Lasito lalu melaporkan kepada Purwono Edi Santosa. “Pak ini kenapa ada orang yang mengaku namanya Ahmad Hadi, katanya minta dibantu mengenai preperadilan”.

Atas laporan Lasito tersebut, Purwono hanya ketawa-ketawa saja sambil mengatakan “Ya sudah biar aja”.
Di tengah proses persidangan perkara praperadilan masih berlangsung. Ahmad Hadi menyampaikan akan menambah lagi uang untuk Lasito. Olehnya dijawab, “Nanti dilihat di pembuktian saja”.

Bahwa pada akhirnya, uang yang ditawarkan oleh Agmad Hadi tersebut jadi diserahkan kepada Lasito di rumahnya di Solo.

Usai menerima uang, lalu Lasito simpan di dalam mobil dan pagi harinya bawa ke kantor. Setelah di kantor, ia lalu melaporkan hal itu kepada Purwono Edi Santosa. “Pak itu ada orang yang membawa itu (maksudnya adalah uang), bagaimana?” lalu dijawab “Ya sudah pegang saja, itu nanti untuk biaya akreditasi”.

Setelah pembacaan putusan, Lasito pernah dipanggil Purwono Edi Santoso lalu ditanya “Bagaimana?” dan dijawab “Sudah selesai Pak, sudah saya putus”. Lalu Purwono mengatakan “O ya sudah, itu untuk biaya akreditasi”.

Uang yang Terdakwa Lasito terima kemudian sebagian ia gunakan untuk biaya akreditasi. Adapula yang Lasito serahkan kepada Purwono Edi Santosa yaitu seluruh uang dolarnya.

Lasito menyerahkan uang kepada Purwono karena ditanya dan diminta, “Bagaimana itu, masih ada sisanya?”. Lalu Lasito jawab “Masih Pak”. Setelah itu Lasito menyerahkan seluruh uang yang dalam satuan dolar.

Lasito sendiri mengaku tidak ingat persis jumlah uang yang digunakan untuk biaya akreditasi. Namun perkiraannya kurang lebih Rp150 juta. Lasito juga sudah mengembalikan uang sisanya yaitu sejumlah Rp350 juta kepada KPK.
Lasito tidak ingat lagi, bentuk renovasi dan bangunannya di PN Semarang.

Antara lain yang diingatnya :
a. pintu gerbang dan gapura besi depan dan belakang;
b. penggantian kusen dan pintu kaca serta jendela di 4 ruang sidang lantai bawah;
c. perbaikan dan penggantian sparepart AC besar dan AC kecil yang rusak;
d. membeli dan menyewa bunga hiasan;
e. pengecatan kantor;
f. renovasi kamar mandi dan WC Masjid;
g. renovasi kamar mandi dan WC ruang Hakim;
h. pemasangan dan pengecatan sebagian paving block;
i. membeli rak besi bertingkat untuk ruang arsip;
j. pengecatan ruang tahanan laki-laki dan ruang tahanan perempuan;
k. pembelian banner dan spanduk;
l. pembelian banner berdiri dan tempel di dinding;
m. pembuatan tulisan rambu rambu di areal kantor;
n. membayar uang makan para pekerja berikut honornya, dan lainnya yang sebagian sudah tidak mengingatnya;

Diakui pula, segala pengeluaran biaya untuk menjemput sertifikat akreditasi ke Makassar adalah atas perintah dari Ketua PN Semarang yaitu Purwono Edi Santosa.

Permohonan Tak Dikabulkan

Di dalam persidangan, Terdakwa Lasito dan penasihat hukumnya telah mengajukan permohonan agar ia ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice Collaborator). Majelis mempertimbangkannya, di dalam Surat Tuntutan Nomor: 103/TUT.01.06/24/08/2019 tanggal 13 Agustus 2019, jaksa KPK menyatakan pemberian status Justice Collaborator belum dapat diberikan ke Lasito sampai ia nantinya memberikan keterangan sebagaimana disampaikan oleh Pemohon (Lasito) dalam permohonannya.

Berdasarkan angka 9 huruf a dan b Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor: 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower). Serta Saksi Pelaku yang Bekerjasama  (Justice Collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, antara lain telah ditetapkan pedoman untuk menentukan seseorang sebagai Justice Collaborator, yaitu :
a. Yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan;
b. Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana;

Sesuai fakta di persidangan, Terdakwa Lasito adalah pelaku utama dalam perkara a quo, sehingga ia tidak memenuhi syarat sebagai Justice Collaborator.

“Oleh karenanya, terhadap permohonan Terdakwa untuk ditetapkan sebagai Justice Collaborator haruslah dinyatakan ditolak,” kata hakim dalam putusannya.

Terkait pembelaannya (pleidoi) yang memohon kepada majelis hakim menjatuhkan putusan, Terdakwa Lasito secara bersama-sama dengan Purwono Edi Santosa melakukan tindak pidana telah menerima uang dari Ahmad Marzuqi, majelis hakim menyatakan.

Surat dakwaan penuntut umum tidak dijunctokan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sehingga majelis tidak mempertimbangkan unsur penyertaan (deelneming), baik dalam pertimbangan unsur-unsur delik, maupun dalam kualifikasi tindak pidana yang terbukti dilakukan Terdakwa dalam amar putusan ini.

“Oleh karenanya, permohonan penasihat hukum Terdakwa tersebut haruslah dinyatakan ditolak,” kata hakim.(far)