Blak-Blakan…Petugas Jurusita Kantor Pajak Semarang Timur Peras Wajib Pajak

oleh

Semarang – Dua petugas Jurusita pada KPP Pratama Semarang Timur diduga memeras seorang wajib pajak atas piutang pajak. Dari ketiganya, satu kini diadili. Satu lagi telah ditetakan tersangka.

Susilo Kumoro bin alm. Suripno (51), warga Perum Sinar Sawunggaling B-3,Rt.003 Rw.014 Kel. Padangsari Kec. Banyumanik Kota Semarang, petugas Jurusita pada KPP Pratama Semarang Timur itu ditahan penyidikan Polda Jateng tanggal 5 Agustus 2020. Pada tanggal 25 Agustus 2020 sampai 3 Oktober 2020 sempat dilakukan penangguhan penahanan penyidik pada tanggal 28 Agustus 2020.

Jumat 5 Maret 2021 perkara masuk Pengadilan Tipikor Semarang, bernomor 18/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smg. Sidang perdana digelar 10 Maret 2021. Setelah sempat ditunda Rabu, 21 April 2021 lalu, sidang pembacaan tuntutan dari Penuntut Umum dijadawalkan lagi pada Rabu, 28 April 2021.

Sesuai surat dakwaan Susilo Kumoro diangkat sebagai Jurusita Pajak Negara pada KKP Pratama Semarang Timur pada 12 November 2019 didakwa pungli.

Pemerasan dilakukan bersama Rawanto SE bin Sarwanto (dilakukan penuntutan secara terpisah). Kasus terjadi pada Januari-Agustus 2020.

“Jumlah keseluruhan yang diterima Rp 48,5 juta dari Rp 120 juta yang diminta. Uang itu berasal dari Guntur bin Tjioe Boen Kiem (alm) selaku Wajib Pajak,” ungkap Maliki Budianto, Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya.

Permintaan uang itu untuk penyelesaian pembayaran tunggakan pajak yang sebenarnya tunggakan pajak Guntur itu sudah daluarsa dan sudah diusulkan penghapusan.

Jika permintaan uang tak diberi, Guntur diancam akan ditagih terus tunggakan pajaknya dengan cara di-ebillingkan sebesar Rp 376.850.942.

Axis Semarang

Pemerasan terjadi ketika Guntur, distributor kartu perdana dan voucher merk Axis untuk wilayah Semarang (13 Agustus 2009 sampai dengan tahun 2010). Seharusnya ia termasuk dalam kategori “Non PKP” karena laporan Guntur ke Kantor Pajak menggunakan pembukuan norma bukan invoice ternyata didaftarkan sebagai “PKP” (Pengusaha Kena Pajak) oleh Vendor AXIS ke Kantor Pajak.

Sekira tahun 2014, Guntur baru mengetahui apabila ia terdaftar sebagai Wajib Pajak PKP dan muncul tagihan dari pembelian voucher dan perdana Axis senilai Rp 3 miliar selama 2 tahun menjadi distributor. Ia juga dikenakan PPn 10 persen dengan pajak yang wajib dibayar senilai Rp 300 juta.

Guntur tahu usai dipanggil KPP Pratama Semarang Timur. Ia mengklarifikasi karena seharusnya bukan termasuk kategori “PKP” dengan membawa bukti pendukung.

Petugas juga meminta data pengeluaran dan pemasukan ke Vendor Axis Semarang namun setelah, ia minta ke vendor ternyata setelah 5 tahun data pajak pemasukan dan pengeluaran telah dilimpahkan ke Kantor Pusat Jakarta.

Apalagi pada 2014 Vendor Axis telah dimarger oleh XL. Data-data pajak milik Guntur hilang. Hal itu lalu diberitahukan ke petugas dan kondisi itu dipahami, sehingga ia tidak ditagih lagi.

Pada 19 Maret 2019, Guntur dipanggil Rawanto selaku Petugas Jurusita (sebelumnya Petugas Pajak bukan Rawanto) di Kantor KPP Pratama Semarang Timur. Ia mengklarifikasi masalah tunggakan pajaknya Rp 300 juta.Atas hal itu, pada 21 Maret 2019, Guntur membayar pajak Rp 9.979.914 melalui kantor pos.

Atas persoalan pajak Guntur penagihannya ditangani Dwi Asmoro Abyseka bin Suwarso. Berdasarkan kebijakan pimpinan (Kepala KPP Pratama Semarang Timur, Kasi Penagihan, ataupun Kondisi). Karena Juru Sita pada awal tahun 2019 sampai dengan Oktober/ November 2019 hanya Dwi Asmoro Abyseka da Rawanto saja. Sementara Susilo belum menjadi Jurusita.

Atas hal itu, sebisa mungkin kegiatan diluar kantor atau menyampaikan Surat Paksa tidak dilakukan sendiri sehingga sekira pada bulan Agustus 2019, Dwi dan Rawanto menagih pajak dengan cara datang ke rumah Guntur untuk memberikan Surat Paksa, namun tidak ketemu.

Selang beberapa waktu, Dwi dan Rawanto bertemu Guntur di ruang Closing Wajib Pajak Bagian Seksi Pemeriksaan. Dwi Asmoro langsung menyerahkan Surat Paksa dan menerangkan tunggakan yang wajib dibayar.

Klarifikasi

Pada tanggal 9 Januari 2020, Guntur dipanggil lagi oleh Kepala Penagihan KPP Semarang Timur dan Rawanto untuk melakukan klarifikasi hutang tertunggak yang harus dibayar. Meski mengangsur Rp 2,5 juta perbulan, Guntur diminta membayar.

Meyakinkan itu, Guntur diminta membuat Surat Pernyataan bermaterai 6.000 untuk membayar setiap tanggal 15 setiap bulannya.

Kepada Guntur, Rawanto menyampaikan kesanggupannya jika mau membayar tunai. “Apabila Kanwil meminta pembayaran pajak secara tunai, berapa kesanggupannya,” kata Rawanto.

Oleh Guntur, dijawab akan membayar Rp 100 juta usai pinjam uang ke atasannya, namun batal. Akhirnya Guntur bersedia mengangsur Rp 2,5 juta perbulan. Pada 14 Januari 2020, Guntur membayar pajak tertunggak melalui kantor pos Rp8.540.802.

Giliran pada tanggal 24 Februari 2020 saat Guntur mau membayar melalui bank, Rawanto tidak mau membantu membuatkan Billing dengan alasan keterlambatan. Rawanto mengaku tidak mau tahu tentang alasan keterlambatan dan mengancam akan mengeluarkan surat sita aset.

Rawanto akhirnya mau mengeluarkan Billing dengan syarat pembayaran menjadi Rp 4 juta perbulan.

“Untuk bulan berikutnya yang menangani pajak Susilo Kumoro,” demikian kata Rawanto. Esoknya, 26 Februari 2020, Guntur membayar Rp 4 juta lewat bank BCA.

Pada Februari 2020, Rawanto menunjukan kepada Susilo daftar sisa tunggakan wajib pajak Guntur serta melihat apakah ia sudah diusulkan penghapusan atau tidak.

Selang beberapa hari kemudian ada info melalui grup Whatshap mengenai data pembelian rumah an. Guntur. Rawanto, Dwi Asmoro Abyseka dan Susilo menganggap Guntur punya kemampuan ekonomi untuk melunasi tunggakan.

“Asetnya kita sita saja,” kata Dwi Asmoro.

“Jangan, karena sudah daluwarsa,” timpal Rawanto.

“Sus itu ada wajib pajak atasnama Guntur, tunggakannya sudah mau daluwarsa, itu bisa dimainkan karena sudah diusulkan penghapusan. Guntur kamu panggil di kantor, daripada tidak dapat apa-apa, kita mainkan”, kata Rawanto ke Susilo.

“Ya Pak”, jawab Susilo.

Tidak Tahu Dihapus

Memanfaatkan ketidaktahuan Guntur apabila tagihan pajak sudah dihapus sebenarnya dan wajib pajak tidak perlu membayar tagihan pajak karena berdasarkan data yang diusulan wajib pajak atasnama Guntur sudah daluarsa tahun 2019. Rawanto dan Susilo tidak pernah menyampaikan hal itu ke Guntur jika ia sudah memenuhi persyaratan untuk dihapuskan piutang pajaknya.

Saat surat pengusulan penghapusan itu belum dibuat, Guntur dipanggil Susilo melalui telepon untuk datang ke Kantor KPP Pratama Semarang Timur untuk membicarakan berkaitan dengan tunggakan pajak.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) PMK No. 68 / PMK. 03/2012 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pajak dan Penetapan Besarnya Penghapusan, serta Pasal 22 Undang-Undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP).

“Seharusnya setelah piutang pajak milik wajib pajak dinyatakan daluwarsa maka petugas pajak / juru sita pajak negara tidak memiliki hak untuk melakukan penagihan lagi, tetapi secara persuasif, dengan itikad baik untuk penerimaan negara petugas pajak / juru sita pajak negara dapat menghimbau (tidak boleh memaksa) kepada wajib pajak yang bersangkutan untuk tetap membayar piutang pajaknya,” ungkap Maliki Budianto.

Pada 6 Juni 2020, Susilo menghubungi Guntur menanyakan mengenai pembayaran bulan Juni 2020 akan dipinjam terlebih dahulu olehnya. Alasannya untuk membayar kuliah dan uang tersebut akan dibayarkan untuk bulan Juli 2020. Padahal ada kebijakan dari Kantor Pajak sebenarnya memberikan dispensasi kepada wajib pajak untuk membayar pada bulan Juli 2020.

Selanjutnya pada 7 Juni 2020, Guntur langsung mentransfer ke rekening pribadi Bank Mandiri milik susilo di 1350004056378 sebesar Rp 2 juta.

Sisa piutang pajak an. Guntur sebesar Rp 376.850.942, berdasarkan Nota Dinas dari KPP Pratama Semarang Timur Nomor : ND-394/WPJ.10/KP.05/2020 tanggal 29 Juli 2020 tentang Usulan Penghapusan Piutang Pajak Semester I tahun 2020 yang ditujukan ke Kanwil DJP Jateng I, didalamnya terdapat beberapa piutang dari wajib pajak yang ada di wilayah semarang timur yang telah dinyatakan daluwarsa dan diusulkan untuk penghapusan piutang. Termasuk salah satunya adalah piutang dari wajib pajak an. Guntur.

Dua kali pertemuan antara Guntur, Rawanto dan Susilo dilakukan. Pertemuan I pada awal Juli 2020, Susilo bersama Rawanto menemui Guntur di Lobi Kantor KPP Pratama Semarang Timur. Kepada Guntur Rawanto mengatakan, “ini tagihan pajak kamu masih ada sebesar ± Rp 376.850.942, kalau nyicil Rp2,5 juta per bulan mau lunas sampai kapan?. Gini saja nanti kita tidak tagih, asalkan kamu mau memberikan uang untuk kami sebesar Rp 120 juta, kalau sudah ngasih nanti aman, tidak ada tindakan penagihan lagi, kalau tidak mau bayar sebesar Rp 120 juta maka kita tagih terus dan kita billingkan”, demikian kata Rawanto.

Oleh Guntur dijawab, “kalau uang sebesar Rp 120 juta saya tidak punya uang, nanti saya coba pinjamkan bos saya”, kata Guntur.

Si Bos

Usai Guntur pergi, Susilo berkata kepada Rawanto “beneran pak kita mainkan Guntur, kebetulan saya lagi butuh uang untuk melunasi hutang”.
Rawanto lalu menjawab, “Ya nggak apa-apa to, yang penting hutangmu lunas”.

Selanjutnya pada tanggal 17 Juli 2020, Rawanto menghubungi Guntur dan mengatakan “ Kapan realisasinya?”. Guntur menjawab, “bos saya tidak mau, karena curiga, bos saya mau membayar Rp 100 juta asal dibuatkan e-billing. Terus apa jaminan untuk saya apabila sudah bayar Rp 100 juta tidak ditagih lagi?”.

Rawanto lalu menjawab, “Nanti mekanisme disistem saya beri kode piutang tidak tertagih dan nanti jaminan nya saya dan Susilo, kalau nanti ada yang nagih lari saja ke Pak Susilo”.

Pertemuan II pada tanggal 21 Juli 2020, Susilo bersama Rawanto menemui Guntur di Kantin Kantor KPP Pratama Semarang Timur. Kepada Guntur Rawanto mengatakan, ada program menghilangkan pelunasan penagihan pajak, seperti wajib pajak atasnama Gosin-C, Gosin-C sudah diusulkan piutang tidak bisa ditagih. Guntur mau diusulkan seperti itu dengan dilampiri surat keterangan tidak ada usaha, dan meyakinkan Guntur bahwa nanti jaminannya Susilo dan Rawanto asalkan mau membayar Rp 100 juta kepada Rawanto.

“Segera diputuskan kapan pembayarannya Rp 100 juta, dan kalau iya jangan sampai balik omongan, karena kalau surat usulan penghapusan piutang sudah dikirimkan Rawanto ke Kanwil tidak bisa ditarik kembali, dan Guntur akan ditagih pajaknya lagi. Rawanto meminta Guntur membayar sebesar Rp 100 juta saja daripada membayar melalui e-billing.

Pada tanggal 27 Juli 2020 sekitar Pukul 13.40 WIB, Guntur mengajak Susilo bertemu di Starbucks Coffee Gajahmada Semarang, namun Guntur belum mempunyai uang. Baru sore sekitar Pukul 16.30 WIB, di tempat parkiran Kantor KPP Pratama Semarang Timur dan Guntur bertemu Susilo dan langsung memberikan uang Rp 10 juta diserahkan di dalam mobilnya.

“Lho gimana kok cuma Rp 10 juta, saya mau laporan bos jadi tidak enak, kekurangannya kapan? seminggu harus sudah ada”, kata Susilo ke Guntur.

Atas penerimaan itu, Susilo langsung melaporkan kepada Rawanto dan meminta Susilo membawa uang terlebih dahulu.

Selasa 4 Agustus 2020 sekira pukul 16.45 WIB di Starbucks Coffee Gajahmada Semarang, Susilo bertemu Guntur yang pada saat itu membawa uang Rp 40 juta. Kepada Guntur, Susilo mengatakan.

“Lha terus kekurangannya kapan?” lalu Guntur menjawab “Nanti akan saksi kabari”.

Uang langsung diserahkan Guntur kepada Susilo di dalam mobil yang diparkir di halaman parkir Starbucks Coffee Gajahmada Semarang.

OTT Polda Jateng

Selanjutnya sekira pukul 17.00 WIB, Tim Penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah melakukan tangkap tangan terhadap Susilo dan Guntur. Ditemukan barang bukti Handphone Samsung Galaxy Note 4 putih bernomor 081225343555 milik Susilo. Handphone merk Apple i-Phone 7 hitam bernomor 0811299077 milik Guntur dan uang sebesar Rp 38.450.000.

Susilo langsung diminta Tim Penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah menghubungi Rawanto untuk memberitahukan bahwa uang dari Guntur sudah diterima. Setelah dihitung sebesar Rp38.450.000.

Susilo : “Pak iki duet e wes tak tompo 40, terus pie iki” (pak, ini uangnya sudah diterima 40, lalu gimana ini?)
Rawanto : “sisane” (sisanya).
Susilo : “yo ora ngerti, yo dekne pengen e sak cepate” (ya tidak tahu, dia inginnya sesegera mungkin).
Rawanto : “kei batas waktu wae, wes to jipuk wae, maksud e lha wes diterimo pie maneh (dikasih batas waktu saja, sudahlah diambil saja, lha sudah diterima mau gimana lagi). “Ngene wae trik e, ini uang kamu pegang dulu, jadi total piro karo wingi” (begini saja triknya, ini uangnya kamu pegang dulu, jadi totalnya berapa sama yang kemarin). “Wingi kan wes dikei 10, dino iki kei piro” (kemarinkan sudah dikasih 10, hari ini dikasih berapa).
Susilo : “40”.
Rawanto : “berarti total 50, ngene wae, pak ini saya ngk berani itu dulu, saya pegang dulu karena bos permintaannya harus kemarin 120, dan yang harus masuk 100, lha ini kasih waktu jatuh tempo misal pertengah Agustus, kalau nggak ini saya bikinin billing saya bayarkan, ngono trik e, getak dekne, iki kan dekne bingung, berusaha sekuat tenaga, pokok e sampai pertengahan agustus opo minggu ketiga opo minggu keempat tidak ada, ya mohon maaf ini saya buatkan billing” (berarti totalnya 50, begini saja, pak ini saya tidak berani itu dulu, saya pegang dulu karena bos mintanya kemarin 120, dan yang harus masuk 100, lha ini dikasih waktu jatuh tempo misalnya pertengahan agustus, kalau gak ini saya buatkan billing saya bayarkan, begini triknya, digetak orangnya pasti kan dia bingung, berusaha sekuat tenaga, pokoknya sampai pertengahan agustus atau minggu ketiga atau minggu keempat tidak ada, ya mohon maaf ini saya buatkan billing).
Susilo : “berarti iki wes kadung tak tompo tak gowo?” (berarti ini sudah terlanjur saya terima saya bawa dulu).
Rawanto : “lha kadung wes dijipuk yo digowo wae, tapi ditelfon diultimatum ngono wae wonge” (lha sudah terlanjur diambil ya dibawa saja, tapi ditelpon diultimatum kayak gitu aja orangnya.

Selanjutnya Susilo dan barang bukti dibawa ke Kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Sesuai ketentuan,terkait pembayaran diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Seharusnya pegawai pajak tidak diperbolehkan menerima uang secara langsung dari wajib pajak”, karena pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak harus dilakukan melalui Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro (Bank/ Kantor Pos yang ditunjuk menerima setoran penerimaan Negara/ Petugas Jurusita Pajak Negara tidak diperbolehkan menerima pembayaran pajak dan wajib pajak).

Selain itu, berdasarkan penerbitan Surat Ketetapan Kurang Bayar yaitu pada tanggal 15 April 2014 maka terhitung 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Kurang Bayar, piutang pajak atas nama Guntur telah dinyatakan daluwarsa pada tanggal 15 April 2019. Sehingga Guntur dapat dilakukan penagihan oleh Jurusita Pajak Negara sebelum tanggal 15 April 2019.

Atas perkaranya, Susilo dijerat pertama dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau kedua, Pasal 23 Undang-Undang UU yang sama Jo. Pasal 421 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(tim)