2 Pejabat BRI Cabang Purbalingga Didakwa Korupsi, Loloskan Kredit Fiktif Rp 28,7 Miliar

oleh

Ilustrasi.

Semarang – Sidang dugaan korupsi pada BRI Cabang Purbalingga dengan terdakwa, Zulfikar Nazara dan Erna Hermawan mulai digelar di Pengadilan Tipikor Semarang. Dua mantan pejabat BRI Cabang Purbalingga itu didakwa sekongkol korupsi atas kredit fiktif BRIGuna sebesar Rp 28,7 miliar.

Zulfikar Nazara (45), warga Babadan Baru Gg. Anggrek II No. 7C Kentungan RT. 011 / RW. 051 Kelurahan Condongcatur Kecamatan Depok Kabupaten Sleman. Ia menjabat Pemimpin Cabang pada BRI Cabang Purbalingga periode Juli 2015 sampai Februari 2017.

Erna Hermawan (54), wargaJL. Letnan Suparto No. 22 Kelurahan Purbalingga Kidul RT. 02 / RW. 04 Kecamatan Purbalingga Kabupaten Purbalingga. Mantan Asisten Manajer Pemasaran pada BRI Cabang Purbalingga periode tahun 2015 sampai 2017.

“Perkara diperiksa majelis hakim terdiri Casmaya (ketua), Kalimatul Jumro dan Edy Sepjengkaria (anggota),” kata Meylina Dwijanti, Panmud Tipikor Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (22/6/2020).

Sidang perdana digelar, 17 Juni 2020 dan kembali digelar pemeriksaan perkaranya.

Sesuai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), keduanya didakwa korupsi bersama Imam Sudrajat selaku Pgs Associate Account Officer (AAO), Endah Setiorini selaku Account Officer (AO) PT BRI (Persero) Tbk Cabang Purbalingga.

Ir. Firdaus Vidhayawan selaku Direktur PT Banyumas Citra Televisi, Aang Eka Nugraha selaku Direktur CV Cahaya Group. Serta Yeni Irawati selaku Bendahara/ Accounting CV Cahaya Group. Ke-limanya sudah diputus dan terbukti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang dan kini dalam proses upaya hukum banding.

“Dugaan korupsi terjadi kurun 2015 sampai 2017 atas pencairan 171 fasilitas kredit BRIGUNA pada BRI Cabang Purbalingga,” jelas Sri Heryono, JPU pada Kejati Jateng dalam surat dakwaannya.

Modusnya, memverifikasi dan mengusulkan data – data yang tidak benar atau dipalsukan. Berdasarkan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Perwakilan Wilayah Jawa Tengah tanggal 14 Agustus 2019 kerugian negara sebesar Rp 28,7 miliar.

Fasilitas Kredit

Berawal tahun 2015, Imam Sudrajat dan Endah Setiorini menawari fasilitas kredit atas informasi dari funding officer, Diah Pratiwi. Diah sebelumnya memrospek pemasaran ke PT Banyumas Citra Televisi dan CV Cahaya yang pembayaran gaji / payroll karyawannya lewat rekening BRI.

Tindak lanjutnya, dibuat dua perjanjian kerjasama mendasari pemberian fasilitas kredit. Antara BRI dengan CV Cahaya tertanggal 23 Februari 2015 ditandatangani masing- masing pihak. Nirwanus Halfi Andra (Pemimpin Cabang BRI (Persero) Purbalingga dan Firdaus Vidhyawan (Direktur CV. Cahaya Purwokerto).

Kedua, perjanjian BRI dengan PT Banyumas Citra Televisi tertanggal 4 Mei 2015. Ditandatangani Heru Santoso (Pgs. Pemimpin Cabang BRI Purbalingga) dan Firdaus Vidhyawan (Direktur PT Banyumas Citra Televisi Purwokerto).

Dua perjanjian itu diketahui disusun tak semestinya. Sesuai Akta Notaris dan PPAT Kuntarno, SH MKn tanggal 11 Maret 2014, tentang : pernyataan masuk dan keluar sebagai Persero dalam Perseroan Komanditer CV Cahaya. Aang Eka Nugraha selaku Direktur CV. Cahaya Purwokerto menggantikan Firdaus Vidhyawan sejak 11 Maret 2014.

“Perjanjian seharusnya ditandatangani Aang Eka Nugraha, bukan Firdaus. Namun perjanjian tak diubah,” kata JPU.

Pemberian kredit BRIGUNA diberikan ke 171 orang debitur dari karyawan CV Cahaya Group (CV. Cahaya, PT Banyumas Citra Televisi, PT. Bumi Citra Satria, PT. Bukit Citra Cahaya, SMK TI Bina Citra Informatika, SIT Cahaya Insani). Total plafond Rp 28,9 miliar. Dana dicairkan bertahap.

Dari 171 karyawan CV Cahaya Group itu, rinciannya.

  • CV Cahaya : 26 debitur.
  • PT Bumi Citra Satria : 16 debitur.
  • PT Banyumas Citra Televisi : 16 debitur.
  • SMK Bina Citra Informastika : 17 debitur.
  • SIT (Sekolah Islam Terpadu) Bina Cahaya : 7 debitur.

Jumlah : 82 debitur

Sedangkan sisanya, 89 debitur (yang namanya dipinjam).

Syarat Kredit

Sesuai ketentuan, lampiran I Surat Edaran (SE) Direksi PT BRI (Persero) Tbk nomor : S-10-DIR/ADK/05/2015 tanggal 29 Mei 2015, alur pemberian kredit BRIGUNA, yakni.

Diawali adanya payroll (penerimaan gaji pegawai CV Cahaya Group) melalui BRI. Serta ada kerja sama.

Pegawai yang mengajukan permohonan kredit ke BRI mengisi form dengan lampiran pendukung seperti Copy KTP, KK, SK pertama dan terakhir serta rincian gaji.

Surat rekomendasi atasan, Surat Kuasa memotong gaji yang ditanda tangani oleh bendahara.

Administrasi tersebut diperiksa petugas administrasi kredit (ADK). Berkas diserahkan kepada Account Officer untuk dianalisa.

Berkas lalu masuk ke dalam Credit Risk Scorin. Usai lolos, berkas dikirim ke ADK berupa sistem atau berkas manual, baru dikirim ke pemutus kredit.

Wewenang pemutus kredit sampai Rp 200 juta di AMP (Asisten Manajer Pemasaran). Rp 200 juta sampai Rp 500 juta kewenangan Pemimpin Cabang.

“Diketahui, Zulfikar Nazara menjabat Pimca sejak Juli 2015 sampai Februari 2017. Sedangkan Amir Syarifudin periode Februari 2017 sampai Agustus 2018,” lanjut JPU.

Setelah turun persetujuan, berkas kembali ke ADK kemudian disiapkan untuk realisasi pencairan kredit.

Markup Gaji

Dari 82 nama-nama penerima fasilitas kredit yang diakui manajemen CV Cahaya totalnya hanya Rp 14,5 miliar. Dari ke-82 pegawai itu slip gaji di bawah Rp 2,5 juta dimarkup Yeni Irawati atas perintah Firdaus Vidyawan dan Aang Eka Nugraha sebagai batas minimal gaji yang dipersyaratkan.

Untuk agunan yang digunakan milik kantor CV. Cahaya Group, berupa : tanah, rumah, kendaraan bermotor. Oleh Imam Sudrajat dan Endah Setiorini semia syarat diproses tanpa survei.

Sementara dari 89 orang debitur yang diakui manajemen CV. Cahaya Grup hanya dipinjam nama dengan total plafond Rp 14,4 miliar.

Syarat ke-89 pegawai freelance itu oleh Yeni Irawati atas perintah Firdaus Vidyawan dan Aang Eka Nugraha dipalsu dengan membuat Surat Keputusan (SK). Seolah-olah mereka pegawai tetap, begitu juga dengan slip gajinya, dibuat di atas Rp 2,5 juta.

Terhadap 171 fasilitas kredit BRIGUNA yang dicairkan melalui PT BRI Cabang Purbalingga para debitur tidak menerima utuh uangnya. Mereka hanya menerima fee sekitar 3 persen dari nilai pencairan. Hal itu sesuai kesepakatan lisan antara debitur dengan Yeni Irawati. Sisanya diambil tunai dan diminta Yeni Irawati.

“Atas pencairan 171 fasilitas kredit totalnya sebanyak Rp 28,936 miliar,” ungkap jaksa.

Uang diduga dipergunakan dan dinikmati Firdaus Vidyawan. MM, Aang Eka Nugraha dan Yeni Irawati.

Imam Sudrakat dan Endah Setiorini ketika penandatanganan Perjanjian Kerjasama dengan CV. Cahaya maupun PT. Banyumas Citra Televisi tidak dilampiri dengan daftar nominatif karyawan. Daftar nominatif yang dijadikan pedoman hanyalah salary crediting. Padahal tidak semua pegawai dari CV. Cahaya Group membuka rekening payroll di BRI Purbalingga.

Sebagai pemrakarsa Perjanjian Kerjasama keduanya tidak on the spot ke instansi / perusahaan. Imam dan Endah juga tidak memverifikasi kebenaran data dari pihak debitur, hanya menerima data tanpa melakukan penggalian secara mendalam.

Loloskan Kredit

Berkas dari Imam Sudrajat dan Endah Setiorini selanjutnya diberikan kepada Sariyati selaku ADK (Administrasi Kredit) untuk diverifikasi dan dipisahkan untuk diberikan keppemutus kredit sesuai dengan kewenangannya.

Erna Hermawan selaku pemutus kredit memiliki kewenangan memutus kredit sampai Rp 200 juta dan telah memutus 125 berkas senilai Rp 19,642 miliar.

Sedangkan Zulfikar Nazar selaku Pemimpin Cabang yang berwenang memutus kredit dari Rp 200 juta sampai Rp 500 juta telah memverifikasi 46 berkas dan memutus pemberian kredit sebesar Rp 9,2 miliar.

Atas pemberian putusan kredit tersebut, Zulfijar Nazara dan Erna Hermawan tidak melakukan tugasnya semestinya.

“Keduanya tidak memeriksa dan memastikan terlebih dahulu mengenai kelengkapan daftar nominatif pegawai dan form penilaian terhadap kelayakan (bonafiditas) instansi / Briguna,” jelas jaksa.

Tidak melakukan review Perjanjian Kerja Sama (PKS) terhadap CV Cahaya Group dan PT Banyumas Citra Televisi sebelum memutus kredit. Menggunakan dokumen– dokumen perkreditan/ pembiayaan yang diperoleh dari debitur/ pihak ketiga yang tidak dapat diyakini kebenarannya.

Sebagai Pejabat Kredit Lini, keduanya seharusnya meyakini dan memastikan bahwa calon debitur adalah benar-benar merupakan pegawai instansi atau pegawai tetap perusahaan. Serta memastikan telah ada PKS dengan instansi/ perusahaan yang bersangkutan.

Akibat hal itu, pemberian kredit itu bermasalah. Bahwa atas pemberian fasilitas Kredit BRI Guna yang diberikan bertahap sejak 11 Mei 2015 sampai dengan 30 Mei 2017, telah lunas sebanyak 5 debitur. Sedangkan jumlah pinjaman sisanya dinyatakan macet.

Zulfikar da Erna dijerat Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUH Pidana.

Subsidair dijerat Pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang yang sama jo pasal 55 ayat (1) Ke- 1 KUH Pidana.

(far)