Semarang – INFOPlus. PT KAI Daop 4 Semarang mencatat sebanyak 21 kejadian kecelakaan yang terjadi di sepanjang jalur KA dan di perlintasan sebidang selama periode Januari hingga Maret 2025.
Dari jumlah tersebut, 17 korban meninggal dunia dan beberapa lainnya mengalami luka-luka. Fakta ini mencerminkan masih rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas, terutama di kawasan yang memiliki potensi bahaya tinggi seperti jalur KA.
Manager Humas KAI Daop 4 Semarang, Franoto Wibowo, menyampaikan keprihatinan mendalam atas tingginya angka kecelakaan tersebut.
Menurutnya, kecelakaan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, tetapi juga masih banyak masyarakat yang beraktivitas di area jalur KA yang seharusnya menjadi kawasan tertutup bagi umum.
Dijelaskan, dari total 21 kejadian, sebanyak 13 kecelakaan terjadi di sepanjang jalur KA yang menyebabkan 12 orang meninggal dunia. Sementara itu, 8 kecelakaan lainnya terjadi di perlintasan sebidang, mengakibatkan 5 orang meninggal, 1 orang luka berat, dan 2 orang lainnya mengalami luka ringan.
Franoto menegaskan bahwa jalur rel kereta api merupakan ruang manfaat yang hanya diperuntukkan bagi operasional kereta api dan bukan untuk aktivitas masyarakat umum.
Hal ini diatur dalam UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, khususnya pada pasal 38 yang menyatakan bahwa ruang manfaat jalur kereta api adalah daerah tertutup untuk umum.
Selanjutnya, Pasal 181 ayat (1) juga melarang setiap orang untuk berada di ruang manfaat jalur kereta api, menyeret atau meletakkan barang di atas rel, melintasi jalur kereta api tanpa izin, atau menggunakannya untuk keperluan lain di luar aktivitas perkeretaapian.
Bagi siapa pun yang melanggar ketentuan ini, pasal 199 dalam undang-undang yang sama menetapkan sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp15 juta.
Selain jalur rel, perlintasan sebidang juga menjadi titik rawan kecelakaan yang tak kalah berbahaya. Dalam konteks ini, Franoto menekankan pentingnya kepatuhan pengguna jalan terhadap aturan lalu lintas, terutama ketika melintasi perpotongan antara jalan dan jalur rel.
UU 23 Tahun 2007, pasal 124 menyatakan bahwa pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Hal ini diperkuat dengan sanksi yang tertuang dalam UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pasal 296 UU LLAJ menyatakan pengguna jalan yang tidak berhenti saat sinyal sudah berbunyi dan palang pintu mulai ditutup dapat dikenai pidana kurungan hingga 3 bulan atau denda maksimal Rp750 ribu.