Semarang – INFOPlus. Pemkot Semarang siapkan sejumlah strategi untuk mewujudkan wilayahnya bebas penyakit Tuberkulosis atau Tb di tahun 2028. Salah satu dengan membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Tb (TP2 TBC).
TP2 TBC bentukan Pemkot Semarang ini melibatkan instansi dan lembaga lintas sektor, baik pemerintah maupun nonpemerinta yang berlatarbelakang unsur kesehatan maupun nonkesehatan.
Tim Percepatan Penanggulangan TB ini kemudian menajamkan aksi nyata melalui workshop Sosialisasi dan Perencanaan Kerja pada lintas OPD-swasta pada Selasa (23/7) di Hotel Novotel Semarang.
Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu mengatakan bahwa workshop ini akan memberikan pemahaman yang baik kepada seluruh peserta tentang tugas, peran dan fungsi, serta dapat bekerja sama dengan baik dalam upaya penanggulangan Tuberkulosis di Kota Semarang.
“Komitmen bersama dalam upaya penanggulangan TBC di mana target eliminasi TBC pemerintah pusat adalah pada 2030 dapat tercapai, Kota Semarang optimis dapat mencapai pada tahun 2028,” tutur perempuan yang disapa Mbak Ita ini.
Mbak Ita menyebut kendati target Tb ambisius, namun bukan berarti tidak mungkin untuk dicapai. Butuh kerja sama semua pihak termasuk pemerintah, masyarakat, dan organisasi nonpemerintah agar target ini dapat diraih.
“Mari bersama-sama kita wujudkan Kota Semarang bebas TBC pada 2028, terima kasih juga kepada USAID Bebas-Tb yang mendukung kegiatan ini,” imbuh dia.
Sementara itu Anggun Dessita Wandastuti, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Menular Langsung Dinas Kesehatan Kota Semarang menuturkan kegiatan workshop lebih pada sosialisasi dan implementasi terkait Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis di kota Semarang.
“Kegiatan ini untuk menentukan target dari masing-masing instansi dalam rangka penanggulangan TBC,” ujar dia.
Dijelaskan, pembentukan tim ini sudah ada sejak bulan Mei 2024. Awal terbentuknya adalah permasalahan TBC tidak hanya kesehatan saja. Tapi ada efek sosial ekonomi yang dirasakan pasien dan lingkungannya,
Banyak terjadi pasien TBC akhirnya tidak produktif, dikucilkan, diskriminasi lingkungan kerja hingga pemecatan hubungan kerja oleh tempat kerja. Hal ini berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi keluarga pasien.
“Jadi selama ini adalah timbulnya masalah lainnya. Bukan saat selesai minum obat terus sembuh, tapi banyak permasalahan yang menyangkut pasien,” katanya.
Anggun menambahkan kasus terbaru Tb di Kota Semarang saat ini ada sekitar 3.400. Di mana sekitar 500 kasus mencakup anak-anak, balita, usia produktif, lansia, di semua kalangan strata sosial ekonomi.