Korupsi PD BPR Bank Salatiga Rp 24 Miliar Terjadi Akibat Selisih Saldo yang Dibobol Sejumlah Pegawai 

oleh

Semarang – Korupsi PD Bank Jateng Salatiga yang terungkap tahun 2018 terjadi atas adanya selisih saldo sejak 2007 silam. Kasus bermula pada Mei 2008, saat Sunarti selaku Satuan Pengawas Intern (SPI) atau saat ini disebut Pejabat Eksekutif Audit Internal (PEAI) menemukan selisih saldo. 

Tim Jaksa Penuntut Umum Kejari Salatiga, Nizar Febriansyah, Haris Widi Asmoro Atmojo, Wahyu Dwi Purwati, Aulia Hafidz dan Fajar Yuliyanto dalam surat dakwaannya mengungkapkan, selisih saldo tabungan nasabah pasar yang digunakan kepentingan pribadi pegawai bank. 

Mereka Joko Triono (alm) Rp 67,8 juta, Maskasno Rp 128,5 juta, Bambang Sanyoto Rp 118,3 juta. Selisih saldo angsuran kredit kolektif instansi yang digunakan kepentingan pribadi Joko Triono (alm) Rp 175 juta, dan Maskasno Rp 94,8 juta.

“Atas temuan itu, Sunarti melaporkan kepada M Habib Shaleh dan kemudian digelar rapat membahas mengatasi selisih itu. Rapat dihadiri Habib Saleh, Triandari Retnoadi (direktur saat itu), Sunarti (SPI saat itu),” jelas jaksa pada sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (29/1/2019).

Dalam rapat M Habib Shaleh memerintahkan penyelesaian dengan memakai rekening tabungan SMK Negeri 2 Salatiga sebesar Rp 849,9 juta. Eksekusi dananya dilakukan 19 Agustus 2008. Tanpa seizin SMK Negeri 2 Salatiga, dibuat slip penarikan fiktif seolah diambil SMK Negeri 2 Salatiga. 
Selain penggunaan dana nasabah, pihak bank juga menggunakan dana kredit (personal loan) atas nama Bambang Sanyoto Rp 35 juta, (alm) Joko Triyono Rp 25 juta. Dana digunakan menutup selisih saldo atas dana yang mereka pakai. 

Pada 1 Agustus 2008 atas perintah M Habib Shaleh dilakukan penggantian pengelolaan angsuran kredit kolektif instansi yang semula dikelola Sunarti, diganti Triandari Retnoadi.  

Akhir Desember 2008 kembali ditemukan kekurangan angsuran kredit kolektif instansi Rp 530 juta. Atas hal itu, atas sepengetahuan Habib Shaleh dilakukan penyelesaian dengan memakai dana nasabah berupa deposito milik Yayasan Pendidikan AMA Salatiga Rp 600 juta dalam 2 bilyet deposito. 

“Dana ditarik pada 16 Desember 2008 Rp 300 juta dan, 22 Desember 2008 Rp 300 juta tanpa seizin Yayasan Pendidikan AMA Salatiga ” ungkap jaksa.

Pencairan dana Yayasan Pendidikan AMA Salatiga digunakan menutup pengambilan tabungan SMK Negeri 2 Salatiga Rp 170,2 juta, selisih setoran angsuran kredit kolektif instansi Rp 394,7 juta. 

Rincian yang menjadi tanggungjawab Sunarti Rp 47,8 juta, Maskasno Rp 111,8 juta, Joko Triono (alm) Rp 70,8 juta, Bambang Sanyoto Rp 140 juta. Sisanya Rp 35 juta dipinjam Sunarti untuk mengembalikan dana pribadinya yang sebelumnya dipinjam PD BPR Salatiga untuk dana taktis.

Masih di tahun 2008, terdapat selisih saldo tabungan Rp 48,1 juta, dana yang digunakan Maskasno Rp 11 juta, (alm) Joko Triyono Rp 23 juta, dan Bambang Sanyoto Rp 14 juta untuk kepentingan pribadi mereka.

Pada Februari 2009, nasabah SMK Negeri 2 menarik dana jumlah besar, sedangkan dana yang telah digunakan Agustus 2008 belum dikembalikan. Memenuhi itu, pada 17 Februari 2009, PD BPR Salatiga menggunakan dana deposito nasabah atasnama Hongky & Drs Prasetyo Mpd Rp 170 juta atas persetujuan M Habib Shaleh dengan bukti bilyet deposito kosong.

Pada Mei 2009, ketika pengelolaan angsuran kredit kolektif instansi yang semula dikelola Triandari Retnoadi akan dikembalikan kepada teller dan dicocokan data dengan posisi akhir April 2009, ditemukan selisih Rp 507,3 juta. Dana itu digunakan (alm) Joko T Rp 129,7 juta, Maskasno Rp 11,5 juta, dan tanggung jawab Triandari selaku pengelola Rp 366,1 juta.

Atas selisih itu, dilakukan penarikan dana fiktif. Pada 29 Mei 2009 atas deposito Gustaf Adolf Panjaitan Rp 134 juta, digunakan membayar angsuran kredit kolektif instansi yang telah dipakai pegawai. antara lain Kantor DKK Rp 66,9 juta, Dinas Pasar Rp 47,5 juta, Kecamatan Sidorejo Rp 9,3 juta, dan BPN Rp 9,1 juta. 
“Seluruhnya Rp 133 juta. Sedangkan sisanya dibawa Triandari R,” lanjutnya.

Pada Juli 2009, Bank Salatiga juga menggunakan Rp 583,5 juta tanpa seizin dan sepengetahuan KONI. Rp 124,3 juta dipakai membayar angsuran kredit, antara lain Dinas Tata Kota (PNS) Rp 91,1 juta, Dinas Tata Kota (kontrak) Rp 4 juta, Dinas Pertanian Rp 18,7 juta, Kecamatan Sidorejo Rp 10,3 juta. 

Akhir Oktober 2009 juga menggunakan dana pelunasan pinjaman kredit atas nama nasabah Suistanti Rp 150 juta dan digunakan membayar angsuran kredit kolektif instansi yang telah dipakai, yaitu Dinas Tata Kota Rp 95,3 juta.

Pada 2009 juga terdapat dana tabungan milik KONI yang diterima oleh Triandari Retnoadi, namun tidak disetorkan ke PD BPR Salatiga. Pada 29 Mei 2009, atas setoran awal Rp 118 juta, hanya disetorkan Rp 500 ribu.

Pada 7 Juli 2009, KONI kembali melakukan penyetoran dana Rp 1,266 miliar dan diambil Triandari Retnoadi bersama Veri Dewi Verawati dan Retnaningtyas. Namun hanya disetorkan Rp 1 miliar. Sisianya Rp 124,3 juta digunakan membayar angsuran kredit. Antara lain Dinas Tata Kota (PNS) Rp 91,1 juta, Dinas Tata Kota (kontrak) Rp 4, juta, Dinas Pertanian Rp 18,7 juta, dan Kecamatan Sidorejo Rp 10,3 juta.

Pada 10 Juli 2009, KONI kembali menyetor dana Rp 200 juta, namun dana tidak disetorkan ke PD BPR Salatiga. Meski begitu, petugas Dwi Winiyanto diminta Triandari R mencetak buku tabungan senilai Rp 200 juta.

Triandari Retno Adi juga memakai dana nasabah tanpa seizin dan sepengetahuan nasabah. Pada 3 September 2009 menggunakan setoran tabungan SMA Negeri 3 Salatiga Rp 100 juta, pada 16 September 2009 tabungan PDAU Rp 45,1 juta. Pada 29 September 2009 menggunakan tabungan Sujoko Rp 15 juta, pada 30 September 2009 Rp 23,6 juta. Pada 9 Oktober 2009 menggunakan tabungan SMK Negeri 3 Salatiga Rp 39 juta, pada 13 Oktober 2009 Rp 5 juta. Pada tahun 2017 juga menggunakan dana tabungan nasabah Rp 38 juta.

Pada akhir 2009, M Habib Shaleh usai memanggil Dwi Widiyanto dan Sunarti atas kinerja perusahaan yang tak mencapai target laba. Habib menghendaki bagaimanapun caranya agar target laba harus ada, agar dapat dilaporkan ke walikota bahwa kinerja perusahaan meningkat. 

Atas perintah tersebut, Dwi Widiyanto dan Sunarti mengeser kredit dengan membalik angsuran pokok dan bunga pada sebagian nasabah (sampai akhir bulan Desember 2009). Mereka juga melakukan rekayasa akutansi.

(far)