Gugatan Polisi Gay Asal Blora Lawan Kapolda Jateng Ditolak PTUN, Pengacara Brigadir Tri Teguh Pujianto Banding

oleh

Semarang – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan mantan anggota Polri Polda Jateng, Brigadir Tri Teguh Pujianto atas keputusan pemberhentian dengan tidak hormat dirinya melawan Polda Jateng.

Majelis hakim terdiri Panca Yunior Utomo (ketua), Andri Suwasono dan Cristian Edni Putra (anggota) dalam putusannya mengabulkan keberatan atas eksepsi absolut atau kewenangan pengadilan.

PTUN menyatakan belum berwenang menerima, memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan mantan anggota Ditpamobvit Polda Jawa Tengah itu. Menurut majelis, belum semua upaya adminitrasi dilakukan mantan Polri asal Randu Blatung Blora itu.

Majelis pada sidang pembacan putusannya di PTUN Semarang, Kamis (23/5/2019) menyatakan, pihaknya berpedoman pada UU no 5/ 1986 sebagaimana diubah UU No 9/ 2004 sebagaimana diubah UU no 51/ 2009 tentang PTUN.

Termohon Polda Jateng dalam tanggapannya perihal eksepsi absolut menyatakan, mendasarkan Pasal 77 ayat 11 Peradilan TUN gugatan prematur. Gugatan Brigadir Tri prematur karena belum menempuh upaya banding sesuai ketentuan pasal 75 ayat 1, pasal 76 ayat 2 dan ayat 3 UU np 30/ 2014 tentang adminitrasi negara.

Pemohon sendiri juga belum pernah mengajukan banding kepada Kapolda selaku pejabat yang mengeluarkan SK. Hal itu juga sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) No. 19/ 2012.

Menurut hakim, sesuai pasal 48 UU Peratun disebut, dalam hal pejabat yang diberi wewenang menyelesaikan sengketa adminitrasi, maka pengadilan baru berwenang memeriksa jika seluruh upaya adminitrasi telah dilakukan.

“Upaya adminitrasi adalah upaya seseorang yang tidak puas secara prosedur,” jelas hakim.

Dikatakan hakim, terdapat dua bentuk upaya adminitrasi, yakni banding dan keberatan. Banding atas keputusan atasan atau instansi lain. Sementara keberatan atas keputusan internalnya sendiri.

“Jika seluruh prosedur dan kesempatan sudah ditempuh dan belum puas baru diajukan ke persidangan,” jelas hakim.

Majelis berpendapatan, PTUN baru berwenang secara absolut jika obyek sengketa telah ditempuh seluruh upaya penyelesaian upaya adminitrasi sesuai ketentuan.

Hal itu sekaligus mengacu Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) no. 6 tahun 2018 tentang penyelesaian perkara. Dalam pasal 1 angka 5, angka 6, angka 7 menyebut adanya upaya adminitrasi itu. Pasal 2 ayat 2 menyebut, kewenangan pengadilan memeriksa setelah ditempuhnya upaya adminitrasi itu.

Sementara terkait dasar prosedur upaya adminittasi atas obyek sengketa antara Brigadir Tri Teguh dengan Polda Jateng mengacu ketentuan mana. Apakah UU no. 30 tahun 2014 atau lainnya, hakim menyatakan tidak ada aturan Polri atau Polda terkait obyek sengketa.

“Sehingga pedoman penyelesaian admintrasi mengaxu pada UU No. 30 tahun 2014,” sebut hakim dalam pertimbangannya.

Dalam dalilunya, Pemohon Brigadir Tri menyatakan, tidzk terdapat upaya adminitrasu yabg tersedia karena sebelumnya telah menempuh keberatan banding atas sudang KKEP tertanggal 18 Oktober 2017. “Sehingga jadi kewenangan absolut PTUN,” kata Pemohon.

Sementara Termohon Polda Jateng mendalilkan, gugatan prematur karena belum waktunya diajukan karena faktanya usai menerima salinan petikan putusan tentanv pemberhentian dengan tidak hormat. Brigadir Tri Teguh tidak mengajukan keberatan atau banding ke Termohon selaku pejabat yang mengeluarkan keputusan.

Majelis hakim menilai banding adminitrasi Pemohon adalah banding atas keputusan yang ditetapkan majelis KKEP. Sementara Pemohon tidak mendalilkan upaya adminitrasi pasca penetapan PTDH Termohon.

“Terdapat fakta pengakuan para pihak atas keadaan Pemohon belum pernah menempuh upaya adminitrasi prosedur keberatan ke Kapolda atau banding adminitrasi ke Kapolda,” kata hakim menyatakan hal itu sesuai ketentuan Pasal 75 ayat 1 dan 2 UU 30/ 2014.

“Karena belum menempuh upaya adminitrasi sebagaimana ketentuan, majelis berpendapat PTUN secara absolut belum berwenang memlnerima, memeriksa dan memutus sesuai ketentuan Pasal 2 UU Peratun Jo PERMA 6 tahun 2018,” sebut majelis.

“Maka dalil eksepsi yang menyatakan gugatan prrmatur cukup beralasan diterima,” lanjutnya.

Mengadili. Dalam eksepsi. Menyatakan eksepsi dapat diterima. Dalam pokok perkara. Menyatakan gugatan Pemohon tidak dapat diterima. Menghukum Pemohon membayar biaya perkara Rp 348 ribu.

Gugatan Tri Teguh Pujianto diajukan Selasa, 26 Mar. 2019 dalam klasifikasi perkara kepegawaian. Perkara terdaftar nomor 15/G/2019/PTUN.SMG. Gugatan diajukan nelawa. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Tengah.

Dalam gugatannya, Tri Teguh menuntut PTUN menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Nomor: Kep/2032/XII/2018, tanggal 27 Desember 2018 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Dari Dinas POLRI atas nama Tri Teguh Pujianto NRP 89040572 Brigadir Ditpamovit Polda Jateng.

Brigadir Tri Teguh Pujianto menggugat usai diberhentikan dengan tidak dengan hormat. Ia diduga gay atau memiliki kelaian seksual.

Kuasa hukum Tri Teguh, Maruf Bajammal mengatakan bahwa kliennya dipecat pada bulan Desember 2018.

Ia menjelaskan bahwa perkara kliennya itu bermula pada bulan Februari 2017 ditangkap anggota Polres Kudus atas dugaan pemerasan. Karena Teguh merupakan anggota Ditpamobvit Polda Jateng, perkaranya dilimpahkan ke polda setempat.

Atas dugaan pemerasan tersebut, Teguh dinyatakan tidak berlanjut karena korbannya mengaku tidak ada peristiwa itu.

Tidak hanya sebatas itu, kata dia, Teguh kemudian diperiksa atas dugaan penyimpangan seksual.

Namun, kata dia, terdapat kejanggalan dalam pemeriksaan kliennya karena laporan tentang pelanggaran kode etik Teguh muncul setelah pemeriksaan.

“Jadi, sudah diperiksa, baru ada laporan masuk. Laporan itu pun bukan dari masyarakat,” katanya pula.

Ia menduga pemecatan kliennya itu tidak terlepas dari dugaan penyimpangan orientasi seksual menyukai sesama jenis yang juga diakui oleh Teguh.

Teguh sendiri pernah mengajukan banding atas pemecatan itu, namun ditolak. “Atas putusan ini kami akan banding,” kata dia. (far)