Semarang – INFOPlus. Komisi B DPRD Jateng selama dua hari (15-16/1/2025), melakukkan kunjungan kerja ke Kabupaten Demak dan Kudus. Kunjungan merupakan pantauan DPRD terkait upaya daerah setempat dalam penanggulangan kemiskinan, terutama untuk penguatan perekonomian lokal.
Meski sama-sama berada di pesisir utara Jawa, bukan berarti Demak dan Kudus memiliki kesamaan dalam penanggulangan kemiskinan. Sampai saat ini Demak masih berjuang keras supaya bisa menaikkan statusnya bukan sebagai daerah miskin.
Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan Komisi B dengan jajaran Pemkab Demak di pendapa kabupaten (15/1/2025). Ketua Komisi B Sri Hartini mengungkapkan, Demak masih dibayangi angka kemiskinan yang tinggi pada persentase 11,89 %. Dari sisi pengembangan perekonomian lokal, Demak tidak kalah.
“Tinggal penajaman untuk pengembangan ekonomi local. Demak saya rasa bisa bersaing dengan daerah lain,” kata dia.
Sekretaris Daerah Demak, Ahmad Sugiarto mengatakan daerahnya memiliki potensi luar biasa. Di wilayah timur saja, Kecamatan Sayung secara penataan ruang masuk pengembangan sektor industri. Hanya saja menjadi problem di Kawasan itu bahkan menasional yang tak kunjung selesai adalah rob dan banjir.
“Secara Kawasan sangat strategis. Sayung masuk salah satu daerah tujuan investasi. Hanya saja penanam modal begitu melihat rob dan banjir terus menerus, lama-lama jadi menarik investasinya. Butuh tangan dari pemerintah provinsi dan pusat. Tanggul laut harus direalisasikan,” ucap Sugiarto.
Karena permasalahan yang klasik, pihak perusahaan pun untuk memberikan perhatian dalam bentuk dana atau pelatihan sebagai bagian company social responsibility (CSR) menjadi tidak maksimal.
“Menjadi ironis, masuk daerah industry namun masyarakat setempatnya miskin. Pihak perusahaan berdalih rob dan banjir jadi penghambat. Serba dilematis,” katanya.
Sementara anggota Komisi B, Rohmat Marzuki menilai harus ada pengelompokan atau pengklasteran mana saja wilayah yang masuk zona merah kemiskinan agar permasalahan pelik harus tertangani dengan baik.
“Harus ada pengelompokan wilayah mana saja yang masuk zona merah. Nantinya bisa ditemukan klaster apa saja yang harus ditingkatkan dalam klasifikasi penanganan kemiskinan dan harus segera dituntaskan,” ucap politikus Gerindra.
Sementara saat di Pendapa Kudus, Komisi B mendapatkan laporan sampai saat ini daerah dengan julukan “Kota Jenang” sudah keluar dari zona merah alias sudah tidak miskin. Dan masuk zona hijau.
Kepada Komisi B, Sekretaris Daerah (Sekda) Kudus Revlisianto Subekti menjelaskan sektor industry tumbuh pesat, terutama berkaitan dengan industri kretek. Kudus juga penerima dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) tertinggi. Dana tersebut mampu untuk mengalokasikan upaya penanggulangan kemiskinan terutam pada program CSR.