Semarang – INFOPlus. Lebih dari 500 kapal ikut memeriahkan tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji di Tambaklorok, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Minggu (2/6).
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama jajaran Forkopimda mengikuti prosesi larung sesaji, berupa kepala kerbau dan aneka makanan tradisional yang dilarung hingga ke tengah laut.
“Saya merasa sangat bangga dan mengapresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh masyarakat nelayan Tambaklorok yang tetap menjaga kelestarian tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji. Tradisi ini merupakan wujud kearifan lokal yang harus kita pelihara bersama,” ujar Mbak Ita, sapaannya, dalam sambutan sebelum acara.
Menurut Mbak Ita, sedekah laut ini tidak hanya sebagai bentuk rasa syukur atas hasil laut yang selama ini telah menjadi sumber penghasilan para nelayan. Namun juga sebagai ungkapan permohonan kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan keberkahan, keselamatan, dan kelancaran dalam melaut.
“Para nelayan, sebagai garda terdepan dalam menjaga dan memanfaatkan sumber daya laut, tentunya memiliki peran yang sangat penting. Melalui tradisi Sedekah Laut Larung Sesaji ini, kita diingatkan untuk selalu menjaga kelestarian ekosistem laut dan alam,” papar dia.
Saat prosesi larung sesaji, lanjut Mbak Ita, ada ribuan masyarakat dan nelayan yang ikut memeriahkan acara. Bahkan, ada lebih dari 500 kapal yang terlibat dalam prosesi ini.
“Ini menjadi salah satu cara nguri-uri budaya, menghormati leluhur kita, melalui kegiatan tradisional seperti ini. Ini merupakan momentum untuk semakin meningkatkan rasa syukur, kepedulian, dan tanggung jawab kita bersama terhadap kelestarian laut,” kata dia.
Harapannya, lanjut Mbak Ita, nelayan bisa diberi keselamatan saat melaut, mendapat ikan yang melimpah dan diberi kesejahteraan.
Dikatakan, bahwa Sedekah Laut Larung Sesaji bisa menjadi salah satu agenda yang masuk dalam kalender event pariwisata dari Pemkot Semarang.
“Ini bisa jadi event tahunan, dan jadi destinasi wisata baru, Sedekah Laut Larung Sesaji,” bebernya.
Dalam kesempatan tersebut, Mbak Ita sekaligus memonitor kapal-kapal para nelayan yang masih menggunakan bahan bakar solar. Bahan bakar tersebut menghasilkan asap pekat yang hitam dan tentu akan jadi polusi udara.
Karena itu, pemkot akan serius mengembangkan hasil riset Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) yang menghasilkan bahan bakar setara solar bernama petasol.
Petasol tersebut merupakan BBM hasil olahan sampah plastik yang melalui teknologi Faspol 5.0 mesin fast pyrolosis. Harapannya, bahan bakar ini bisa digunakan para nelayan sebagai bahan bakar pengganti solar.