Batang – INFOPlus. Penjabat (Pj) Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki, meninjau lokasi ekskavasi candi yang diduga sebagai candi tertua di Jateng. Lokasi tersebut kini menjadi sorotan karena potensinya yang besar dalam pengembangan cagar budaya dan wisata sejarah di Batang.
Lani Dwi Rejeki menyatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Batang berkomitmen penuh untuk pengembangan kawasan candi berstruktur bata tersebut.
“Kami telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 230 juta untuk pengembangan candi ini pada tahun 2024,” ujarnya, Kamis (27/6).
Anggaran tersebut terbagi menjadi dua, yaitu Rp 170 juta untuk eskavasi dan Rp 60 juta untuk pembuatan cungkup.
“Cungkup ini nantinya akan menjadi penanda bahwa di sini terdapat candi bersejarah yang menjadi cagar budaya,” tambah Lani.
Candi ini bukan sekadar bangunan kuno, tetapi sebuah tanda peradaban yang pernah ada di Batang. Lani menekankan pentingnya pelestarian candi sebagai cagar budaya.
“Dengan adanya candi ini, masyarakat akan tahu bahwa di Batang pernah ada peradaban yang maju. Tentunya, sebagai cagar budaya, candi ini harus dilestarikan,” katanya.
Menurut Lani, setelah proses ekskavasi, langkah berikutnya adalah mengamankan area sekitar candi.
“Kami akan terus bekerja sama dengan BRIN dan tim ahli untuk memastikan bahwa seluruh area yang berpotensi mengandung peninggalan sejarah dapat dilindungi,” ucapnya.
Tak hanya fokus pada eskavasi, Pemkab Batang juga berencana untuk mempersiapkan fasilitas penunjang di sekitar lokasi candi.
“Kami akan membangun akses jalan, transportasi, dan penerangan untuk memudahkan wisatawan yang ingin berkunjung,” jelas Lani.
Lokasi candi yang berdekatan dengan situs pertirtaan Balaikambang menjadikan kawasan ini semakin potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah.
Arkeolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agustrijanto Indrajaja, mengungkapkan bahwa candi ini diklaim sebagai yang tertua di Jawa Tengah, berasal dari tahun 630 Masehi atau abad ke-7.
“Kami telah menemukan struktur bangunan candi lain sekitar 200 meter di arah tenggara dari candi pertama,” ungkap Agus.
Salah satu temuan terbaru adalah selasar halaman candi di kedalaman sekitar 190 sentimeter.
“Kami mencoba merekonstruksi sejauh mana bangunan ini pada saat terakhir ditemukan,” ujarnya.
Agus menambahkan bahwa struktur denah candi biasanya memiliki pintu masuk di sebelah timur atau barat, dengan satu ruang di tengah yang biasanya digunakan untuk menempatkan arca.
“Candi ini tidak berdiri sendiri, tetapi memiliki komponen pendukung. Biasanya, kalau satu candi utama di Jawa kuno, ada tiga candi perwara di depannya,” terang dia.