Terungkap di Sidang Korupsi Bank Salatiga, Walikota Minta Jatah Lewat Pengacara Sri Mulyono

oleh

Semarang – Walikota Salatiga, Yuliyanto disebut meminta jatah uang kepada pejabat PD BPR Bank Salatiga. Lewat pengacara Sri Mulyono, walikota disebut-sebut menerima berkali-kali.

Fakta itu terungkap dalam sidang tuntutan terdakwa perkara korupsi Bank Salatiga di Pengadilan Tipikor Semarang pada 25 Januari 2022 lalu.

R Heri Febrianto, JPU Kejari Kota Salatiga dalam surat tuntutan perkara Dwi Widiyanto (44), menuntutnya agar dipidana penjara 12 tahun penjara. Mantan Direktur PD BPR Bank Salatiga itu juga dituntut pidana denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta pidana membayar Uang Pengganti (UP) Rp 10.196.063.163, subsidair 6 tahun penjara.

Di keterangan terdakwa Dwi Widiyanto mengungkapkan perjalannya di BPR Bank Salatiga. Pada 2007 – 2009 awalnya ia menjadi Staff Marketing PD BPR Salatiga, Maret 2010 – Juni 2010 menjadi Kepala Sub Bagian Kredit. Pada Juli 2010 – April 2012 di Satuan Pengawas Internal, dan periode April 2012 – Januari 2016 menjadi Direktur.

Pada Januari 2016 – Februari 2016 ia sempat non job. Dan pada Februari – Oktober 2016 menjabat Kepala Sub Bagian Penanganan Kredit, Oktober 2016 – Juli 2017 Staff kredit, dan pada Bulan Juli tahun 2017 ia sudah dikeluarkan.

Dikatakannya, sebelum menjabat direktur ia pernah diminta oleh Kabag perekonomian, Agus Permadi untuk memenuhi persyaratan sebagai calon Direksi PD BPR Salatiga. Dwi Widiyanto lalu minta ijin kepada Sukiman selaku Ketua Dewan Pengawas untuk mengikuti pendidikan sertifikasi Direksi.

Setelah terdakwa selesai mengikuti pendidikan,sertifikat kompetensi Direktur yang Dwi Widiyanto peroleh dijadikan sebagai salah persyaratan. Selanjutnya ia mengikuti fit and proper test. Saat itu tidak ada calon lain.

Fit and proper test pertama terdakwa dinyatakan tidak lolos, kemudian dari pihak BPR memerintahkan Sunarti untuk mengikuti sertifikasi kalau Dwi Widiyanto gagal kembali. Tapi dalam fit and proper test kedua ia lulus lalu dilantik.

Terdakwa Dwi Widiyanto bersedia menjadi Direktur PD BPR Salatiga dengan pertimbangan apabila diisi oleh orang luar BPR Salatiga dikhawatirkan masalah yang masih ada di BPR itu akan menimbulkan dampak yang fatal bagi BPR. Selain itu, Terdakwa masih berpikir akan dapat melakukan penagihan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab.

Bahwa pada saat proses pencalonan, terdakwa Dwi Widiyanto mengungkapkan dimintai uang sebesar Rp 50 juta oleh Walikota Salatiga (Yuliyanto) melalui Sri Mulyono.

“Saat itu Sri Mulyono menelpon terdakwa dan mengajak bertemu di rumahnya dan menyampaikan permintaan dari Walikota terkait uang, namun terdakwa tidak punya uang kemudian Sri Mulyono meminjami terdakwa cek senilai Rp 50 juta untuk diserahkan kepada walikota. Selanjutnya terdakwa dan Sri Mulyono menemui Walikota di kantor Walikota lalu terdakwa menyerahkan cek tersebut kepada Walikota disaksikan Sri Mulyono,” demikian kata Dwi Widiyanto dalam keterangannya sebagai terdakwa.

Walikota Salatiga Minta Dana Syukuran

Menjelang pelantikan, sekira bulan April 2012, M. Habib Shaleh menyampaikan bahwa Walikota minta syukuran, lalu Dwi Widiyanto menyerahkan uang sebesar Rp.35 juta kepada Walikota Salatiga dengan disaksikan M. Habib Shaleh di kantor Walikota.

“Setelah saya dilantik sebagai Direktur, setiap bulan terdakwa dimintai antara Rp 3 juta sampai Rp 5 juta oleh M. Habib Shaleh dengan alasan untuk memberi pejabat di lingkungan Pemkot,” katanya lagi.

Diakui Dwi Widiyanto, uang pertama yang diberikan tersebut dari uang pribadinya. Ia meminjam uang keluarga dan uang pinjaman dari Sri Mulyono sudah dikembalikan sekira 2 bulan setelah kejadian.

Fee untuk Pengacara

Diterangkan pula, atas perkara korupsi BPR Bank Salatiga yang menimpanya, ia mengaku meminta Sri Mulyono mendampingi. Dikatakan, awalnya berdasarkan kesepakatan awal biaya pendampingan yang diminta oleh Sri Mulyono sebesar Rp 400 juta. Biaya itu satu paket antara Dwi Widiyanto dan Sunarti.

Namun dalam perjalanannya Sri Mulyono meminta tambahan biaya hingga mencapai kurang lebih Rp.1,5 miliar yang diberikan secara bertahap.

“Saya hanya membayar sebesar Rp 350 juta, sisanya dibayar oleh Sunarti,” kata Dwi Widiyanto mengaku sumber uang yang ia gunakan membayar Sri Mulyono adalah meminjam adik, menjual truck dan pencairan asuransi Prudentialnya.

Potong Gaji untuk Walikota

Senada diungkapkan, terdakwa Triandari Retnoadi yang pada tahun 2007 – 2011 menjabat sebagai Direktur PD. BPR Bank Salatiga.

“Bahwa gaji saksi (Triandari Retnoadi) dipotong oleh Habib Shaleh kurang lebih sebesar Rp 1 juta, menurut Habib Shaleh untuk Walikota,” sebut Triandari dalam keterangannya.

M Habib Saleh sendiri yang pada tahun 2007 – Oktober 2018 menjadi Direktur Utama PD BPR Bank Salatiga mengaku pernah menyampaikan masalah di BPR Bank Salatiga ke walikota.

Kamis tanggal 30 Agustus 2018 sore, bersama Asih dan Granulita mereka mendatangi rumah Walikota Salatiga dan menyampaikan permasalahan selisih saldo di PD. BPR Bank Salatiga.

“Bagaimana Pak Habib, apakah njenengan mau mundur biar fokus dan bisa berfikir untuk menghadapi masalah hukum ini” demikian kata walikota sebagaimana ditirukan M Habib Shaleh.

(rdi)