Mantan Bupati Rembang M Salim, Terancam Keseret Korupsi Jalan

oleh

Rembang – Kasus dugaan korupsi di Kabupaten Rembang kembali menyeret Rahardjo, mantan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Rembang. Korupsi diduga terjadi atas kegiatan Pekerjaan Pelebaran, Perawatan dan Talud Jalan dan Jembatan Kec. Gunem, Kec. Pamotan, Kec. Sulang dan Kec. Sale Kabupaten Rembang tahun 2011.

Rahardjo saat disidang di pengadilan.

Perkara Rahardjo kini diperiksa di Pengadilan Tipikor Semarang. Senin 24 Juni lalu sidang perdananya digelar.

“Perkaranya teregister nomor 52/Pid.Sus-TPK/2019/PN Smg. Perkara diperiksa majelis hakim terdiri Ari Widodo (ketua), Dr Sastra Rasa dan Handrianus Indriyanta (anggota) dibantu Panitera Pengganti Evi Roesliana,” kata Heru Sungkowo, Panmud Tipikor pada Pengadilan Tipikor Semarang, belum lama ini.

Rahardja sebelumnya telah dipidana atas perkara korupsi. Pada 11 Januari 2016 lalu, Rahardjo dipidana setahun penjara, denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan kurungan. Bersama Direktur PT Permai Jaya, Abdullah Nur yang dipidana 14 bulan penjara, Rahardjo dinilai bersalah korupsi proyek pemeliharaan Jalan Sulang-Sumber-Kaliori, Kabupaten Rembang tahun 2014. Selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) Raharjo dinilai korupsi bersama Abdullah Nur.

Perkaranya diajukan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejati Jawa Tengah, R Hwri Febrianto, M Irfan Budi Santoso, L Rinanto Haribuwono dan Renanda Bagus Wijaya.

Rahardjo didakwa korupsi dalam kedudukannya sebagai Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Rembang sekaligus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) pada kegiatan Pekerjaan Pelebaran, Perawatan dan Talud Jalan dan Jembatan Kec. Gunem, Kec. Pamotan, Kec. Sulang dan Kec. Sale Kabupaten Rembang tahun 2011.

Bersama-sama dengan Ir. Mujoko selaku Kepala Dinas PU Pemkab Rembang, M. Munajar SE selaku Ketua PPHP dan Agus Rahmat Solichin selaku Pengawas Lapangan serta Ir. Muhammad Zuhri selaku Direktur PT. Duta Rama (Penyedia Jasa / Pemenang Lelang) korupsi diduga terjadi.

“Kasus terjadi tahun 2011 pada DPU Rembang atas kegiatan Pelebaran, Perawatan dan Talud, Jalan dan Jembatan Kecamatan Gunem, Kecamatan Pamotan, Kecamatan Sale dan Kecamatan Sulang senilai Rp 4,5 miliar,” jelas jaksa.

Anggarannya bersumber dari Pelaksanaan Perubahan Anggaran Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPA-PPKD) Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2011. Sebelumnya anggaran untuk kegiatan itu Rp 0,- .
Kasus yang kini melilit Rahardjo disebut-sebut juga melibatkan mantan Bupati Rembang Moch Salim.

Mantan Bupati Rembang M Salim.

Salim sendiri pada 2014 silam dipidana 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Tipikor Semarang. Salim dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama dan berlanjut. Menyalahgunakan APBD Rembang tahun 2006 dalam pos Dana Tak Tersangka (DTT) atas kebijakan penyertaan modal terhadap PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ). Salim dianggap memperkaya perusahaannya dan orang lain hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 miliar.

Keterlibatan Salim bermula pada September 2011. Pemprov Jawa Tengah mengirimkan Surat/Berita Kawat Gubernur Jateng tanggal 19 September 2011 tentang Bantuan Keuangan APBD Perubahan Provinsi Jawa Tengah kepada Kabupaten/Kota. Salah satunya untuk Kabupaten Rembang.

Hal itu ditindaklanjuti Bupati Rembang pada saat itu dijabat HM. Salim. Salim lalu mengumpulkan seluruh Kepala SKPD termasuk Kepala DPU Rembang, Mujoko untuk menyiapkan pelaksanaan atas dana bantuan keuangan APBD Perubahan Provinsi Jateng tersebut.

Usai mendapat arahan Bupati Salim tersebut, Mujoko lalu meminta Rahardjo selaku Kabid Bina Marga Dinas PU menyiapkan pelaksanaannya. Namun karena nama pekerjaan tidak menjelaskan lokasi spesifik, bertanya ke Mujoko mengenai lokasinya. Mujoko sendiri mengarahkan Rahardjo bertanya ke Salim.

“Kepada bupati Salim, Rahardjo lalu menanyakan lokasi pekerjaan kepadanya. Salim menyampaikan, lokasi ruasnya adalah pada daerah Wonokerto-Tegaldowo,” kata jaksa.

Namun Rahardjo mengaku masih belum jelas penjelasan bupati tersebut. Salim lalu memerintahkan Rahardjo berkoordinasi dengan pihak ESDM yang juga sedang melaksanakan pekerjaan di lokasi yang sama.

Penyimpangan terjadi karena proyek diketahui tumpang tindih. Lokasi proyek tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Proyek kegiatan pembangunan jalan dilakukan di lokasi yang bukan wilayah kewenangan Pemerintah Kabupaten Rembang yaitu alur D Kawasan Hutan KPH Kebonharjo. Jalur itu merupakan jalan khusus yang tidak termasuk wilayah kewenangan DPU Rembang.

Rahardjo yang diduga hanya “korban” perintah Salim dinilai bertanggugjawab dan kini dipersalahkan.

Terkait Alur D yang merupakan kawasan hutan KPH Kebonharjo, pemanfaatan dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-II/2008 tanggal 10 Juli 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawsan Hutan. Ketentuan tersebut pada tahun 2011 telah diganti dengan Permenhut No. P.18/Menhut-II/2011 tgl 30 Maret 2011.

Atas perintah dan jabatannya, Rahardjo menyiapkan adminitrasinya. Ia menetapkan RAB, HPS yang dibuat Wahyu Iswandono untuk melakukan lelang pengadaan. Wahyu Iswandono dalam pembuatan Gambar dan RAB, berkoordinasi dengan M. Choiron (Ketua Pokja). Oleh M. Choiron, Wahyu Iswandono juga diminta membuat HPS.
Setelah semua dokumen selesai dibuat Wahyu Iswandono menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Rahardjo untuk disetujui.

Pelaksanaan pekerjaan Wahyu Iswandono bertindak sebagai pengawas teknis dari pihak penyedia jasa (pemenang lelang PT. Duta Rama). Rahardjo menunjuk PT Duta Rama sebagai penyedia/jasa berdasarkan Surat Penunjukan pelaksanaan paket pekerjaan pelebaran, perawatan dan talud jalan dan jembatan Kec. Gunem, Kec. Pamotan, Kec. Sulang dan Kec. Sale Nomor 01/DP.69/BM-PPK/XI/2011 tanggal 4 November 2011.

Penunjukkan itu diketahui hanya akal-akalan.

“Rahardjo mengetahui bahwa dalam proses lelang telah terjadi persekongkolan antar penyedia jasa yakni PT Duta Rama (selaku pemenang), PT Widya Satria dan PT Karya Utama. Dokumen spesifikasi teknis dan HPS juga ditetapkan menggunakan proses yang tidak benar, ” jelas jaksa dalam surat dakwaan perkara Rahardjo.

Tak hanya itu, terjadi saling mempengaruhi dan pertentangan kepentingan para pihak yang terkait dalam proses pengadaan. Yakni antara Pokja dan PPKom atas pembuatan gambar, RAB, HPS hang dibuat Wahyu Iswandono dari peserta lelang. Serta berkoordinasi dengan Moch. Choiron (Ketua Pokja) dan Rahardjo.

Proyek sendiri, seharusnya dikerjakan PT Duta Rama. Namun pada kenyataannya pekerjaan diserahkan kepada pihak lain. Informasinya, proyek dikerjakan oleh perusahaan milik HM Salim, CV AHK (Amir Hajar Kilsi). Pekerjaan sendiri ternyata sudah dilaksanakan sebelumnya.

“Pekerjaan tersebut telah dilaksanakan sejak sekira bulan Agustus Tahun 2011 atau sebelum lelang dilaksanakan dan PT Duta Rama dinyatakan sebagai pemenang lelang,”ungkap jaksa.

Oktober 2011 serah terima kedua kegiatan pelebaran, perawatan dan talud, jalan dan jembatan Kecamatan Gunem, Kecamatan Pamotan, Kecamatan Sale dan Kecamatan Sulang. Selanjutnya diterbitkan SPP dan ditindaklanjuti SPM oleh Kadis PU, Mujoko. Berdasar itu, pada 28 Desember 2011 dana dicairkan Rp 4,123 miliar.

Padahal, proyek sendiri belum selesai 100% sebagaimana dalam kontrak.

“Hal ini sesuai dengan fakta bahwa dalam pelaksanaannya, pekerjaan paving di ruas jalan Pamotan-Gambiran tersebut dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sesuai surat jalan/bukti pengiriman paving blok yang tercatat tanggal 12 Januari 2012 hingga Februari 2012. Sedangkan berdasarkan addendum kontrak, kontrak berakhir tanggal 29 Desember 2011; Sedangkan sesuai SP2D, pembayaran 100% pekerjaan diajukan tanggal 28 Desember 2011 (SPP dan SPM), dan telah dibayarkan tanggal 30 Desember 2011,” ungkap jaksa.

Menyetujui proses pembayaran, PPKom meminta PPHP menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan dan Naskah Berita Acara Serah Terima Pekerjaan. Alasannya untuk penyerapan anggaran akhir tahun, meski nyatanya mengesampingkan kondisi riil atau progress pekerjaan di lapangan yang belum selesai 100%.

Tak hanya itu, PPKom juga meminta Agus Rahmat Solichin selaku Pengawas Lapangan untuk membuat laporan pengawasan yakni MC.01 dan MC. 02 berikut backup data dan laporan mingguan secara fiktif seolah-olah pekerjaan telah selesai 100%.

Bahwa akibat dari proses perencanaan hingga lelang yang tidak sesuai prosedur. Serta pelaksanaan proyek yang menyimpang, telah memperkaya pihak PT Duta Rama dalam hal ini dinikmati Ir. Muhammad Zuhri selaku direktur.

“Muhammad Zuhri sendiri mengakui menerima fee bersih Rp 75 juta. Kuasa PT Duta Rama yakni Budi Harsono dan Mujiono atas jasa mereka dalam merekayasa proses bersama timnya (Wahyu Iswandono dan Mujiono) menikmati bertambahnya kekayaan total Rp 48,645 juta. Serta memperkaya pelaksana pekerjaan atau penyedia jasa pemenang lelang yakni PT Duta Rama Rp 1.400.360.430.

Hasil kajian teknis tim teknis Unnes dan audit penghitungan keuangan negara auditor BPKP Perwakilan Jateng, dinyatakan terjadi kerugian keuangan negara Rp3.827.090.908. Rinciannya, atas nilai pekerjaan di Sale yang telah dibayar Rp2.714.545.421. Nilai pekerjaan di Pamotan yang telah dibayar Rp1.112.545.487, atau sejumlah Rp3.827.090.908.

Dalam perkara ini, Rahardjo dijerat primair melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 dan subsidair pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (far)