Pegawai Kemenkumham Jateng Kongkalikong Tipu CPNS

oleh

SEMARANG – Dua pegawai Kemenkumham Jawa Tengah terlibat dugaan penipuan penerimaan CPNS. Keduanya Mulyasari Rahatmi Dewi, pegawai Rubasan Solo dan Suwito, pegawai Lapas Kedungpane Semarang.

Keduanya bekerjasama menipu dan menerima Rp 260 juta.

Dalam kasus itu, hanya Mulyasari yang diproses hukum. Ia kini ditahan dan disidang di Pengadilan Negeri (PN) Semarang.

Mulyasari Rahatmi Dewi binti Rachmat Asikin (43), warga Desa Sukoharjo RT 1/ RW 6 Kel Cebongan Kec Argomulyo Kotamadya Salatiga atau di Jalan Pamugaran Utama No.96A, Kadipiro, Banjarsari, Surakarta. Selama penyidikan Mulyasari tidak ditahan.

Penahanan baru dilakukan penuntut Umum Kejari Semarang pada 9 April lalu.

“Kasus penipuan menyeret Mulyasari, terjadi Januari-Mei 2013 silam,” jelas Supinto Priyono, Jaksa Penuntut Umum Kejari Semarang dalam surat dakwaannya pada sidang pekan lalu.

Berawal sekitar Agustus 2012 anak saksi korban dari pasangan saksi Rohadi dan saksi Miati bernama saksi Putri Dyah Widyaningrum. Putri pernah mendaftar peneriman CPNS Kemenkumham RI di Semarang melalui online resmi dengan ijasah SMA.

Melalui serangkain tes di Gor Jatidiri tes kesehatan dan tertulis lalu pada bulan Desember 2012, hasil pengumuman ia dinyatakan tidak lulus.

Pada Januari 2013 datang pegawai Lapas Kedungpane yang bernama Suwito datang ke rumah korban di Dk Duwet Anyar Rt 3/ Rw 4 Kel Bringin Kec Ngaliyan Kota Semarang. Kepada korban Suwito menawarkan proses masuk susulan PNS di Kemenkumham.

“Mbak Mi ini ada proses susulan masuk PNS Kemenkumham dengan proses cepat buat anak perempuanmu jangan disia siakan kesempatan ini mumpung ada kesempatan pasti uangnya kembali dengan syarat membayar uang Rp 300 juta. Bulan April SK keluar langsung kerja di di Lapas Semarang,” kata Suwito ke saksi Miati.

“Kalau uang segitu saya tidak punya,” jawa Miati.

Meski begitu, Suwito dengan bujuk rayu dan iming iming dan dijanjikan saksi korban akan ditemukan dengan orang yang membawa yakni Mulyasari. Ketika itu, Mulyasari merupakan pegawai Rubasan Solo.

Percaya hal itu, esoknya Miati dan suaminya, Rohadi bersama Suwito dan isterinya Sri Utami menunjuk rumah Mulyasari. Kepada korban, Mulyasari menjanjikan anak korban lolos CPNS.

“Bu ini ada sistem susulan SK April 2013 sudah turun. Nanti saudari Putri akan disamakan dengan yang murni tidak dengan sistem susulan tapi ini mahal bu karena peminatnya banyak ini mintanya pusat Rp 300 juta,” kata dia.

Merasa keberatan, Miati dan Rihadi menawar Rp 230 juta namun belum disepakati. Di perjalanan pulang, Suwito terus meyakinkan, membujuk korban agar mengiyakan tawaran itu. Suwito meminta korban menggadaikan sertifikat rumah dan menjual mobil.

Esoknya, Suwito kembali menemui korban dan mengatakan, Mulyasari menyetujui jika Rp 260 juta. Korban lalu tergerak hati dan menyanggupi dengan nominal tersebut. Suwito meminta disiapkan Rp 150 juta sebagai tanda jadi dan akan datang diambil Mulyasari ke Semarang.

Dua hari kemudian, uang Rp 150 juta diserahkan di rumah korban.

“Tidak usah pakai kwitansi ini pokoknya percaya saja masuk A-1 jangan khawatir untuk apa uang segitu karena saya lebih utama pekerjaan saya,” kata Mulyasari meyakinkan.

Kekurangan uang akan diberikan usai SK turun. Maret 2013 Mulyasari datang dan memberikan FC SK Asli sebanyak 5 lembar pengangkatan kerja dan daftar gaji atas nama Putri Diah Widyaningrum.

Korban disuruh tanda tangan formulir nama, alamat, pengangkatan diatas meterai SK 80 % jadi PNS. Tetapi formulir tersebut dibawa Mulyasari lagi dengan alasan untuk siapkan uang kekurangan Mei 2013.

Uang diberikan lewat transfer ke rekining teman Mulyasari an. Dewi Nirmala Aru. Total pemberiannya Rp 260 juta.

Meyakinkan korban, Mulyasari mengatakan Putri akan ditempatkan di Lapas Semarang dengan gaji awal akan dirapel April sampai Agustus 2013.

Belakangan diketahui FC SK hanyalah rekayasa. Korban Putri hingga kini tak pernah diangkat PNS. Mulyasari dijerat Pasal 378 KUHP dan kedua Pasal 372 KUHP.far