Korupsi PD BPR Bank Salatiga 2018 Telah Diendus BI Sejak 2010, Tapi Baru Diungkap 2018

oleh

Semarang – Dugaan penyimpangan di PD BPR Bank Salatiga tahun 2018 diketahui telah menjadi temuan Bank Indonesia (BI) sejak 2010 silam. Pada tahun 2010 dari hasil pemeriksaan BI sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Umum PD BPR Salatiga tanggal 31 Maret 2010 menemukan adanya sejumlah ketidakberesan.

Hal itu terungkap pada sidang pembacaan dakwaan penuntut umum Kejari Salatiga di Pengadilan Tipikor Sematang, Selasa (29/1/2019).

BI menemukan sejumlah penyimpangan di PD BPR Bank Salatiga. Di antaranya, rekening tabungan penampungan atas nama Sri Kunarti digunakan menampung kelebihan potongan asuransi jiwa nasabah kredit yang seharusnya tidak boleh dilakukan untuk dicatat ke pendapatan operasional bank. 

Potongan asuransi tersebut dibebankan kepada debitur pada saat pencairan kredit. Dana tabungan digunakan untuk pemberian fee juru bayar dalam rangka kerjasama pemberian kredit kepada instansi dengan cara pembayaran potong gaji.

Adanya selisih tabungan antara yang tercatat di buku tabungan nasabah dengan yang tercatat di rekening koran bank sebanyak 58 rekening. 

“Hal itu disebabkan adanya penyalahgunaan tabungan oleh beberapa karyawan bank, Bambang Sanyoto, Joko Triyono, Maskasno dan Siti Nurkhasanah,” kata tim Jaksa Penuntut Umum Kejari Salatiga, Nizar Febriansyah, Haris Widi Asmoro Atmojo, Wahyu Dwi Purwati, Aulia Hafidz dan Fajar Yuliyanto dalam surat dakwaannya mengungkapkan.

Ditemukan pula, kredit yang diberikan adalah kredit pegawai dengan sistem pembayaran potong gaji sebesar 86,29 % dari total outstanding kredit. Dari hasil on the spot kepada juru bayar instansi-instansi tersebut ditemukan beberapa penyalahgunaan angsuran kredit yang dilakukan oleh karyawan bagian kredit, yaitu Namun Madi Saponco, Joko Triono dan Nanda Sudarmono.

BI juga menemukan kelemahan dalam operasional kantor kas, yaitu petugas yang berada di kantor kas hanya satu orang yang bertugas untuk menerima kas sekaligus bertugas mencatat transaksi tersebut ke dalam pembukuan. BI menilai hal itu berisiko terjadinya penyimpangan karena tidak terdapat kontrol atas operasional kantor kas.

Temuan lain, pemberian cash back deposito kepada deposan perorangan maupun instansi yang dicatat oleh bank dibiaya operasional lainnya. Dengan adanya penerimaan cash back tersebut, penerimaan suku bunga deposan melebihi suku bunga LPS, namun tidak didukung dengan surat pernyataan bahwa deposito tersebut tidak dijamin LPS. 

PB Bank Salatiga juga belum mencatat atas penerimaan hadiah satu motor Vario atas penempatan antar bank aktiva di PT Bank Bumi Putera.  Praktek pembukuan yang tidak sehat yaitu laporan keuangan bank yang dilaporkan ke BI belum menunjukkan kondisi yang sebenarnya. 

“Bahwa kondisi usaha PD Bank Salatiga menunjukkan kinerja yang menurun sehingga perlu mendapatkan perhatian serius oleh pengurus bank,” ungkap jaksa di hadapan majelis hakim dipimpin hakim Andi Astara.

Hasil temuan BI tersebut pejabat PD BPR Salatiga baik dari Pemkot Salatiga, Dewan Pengawas, Direksi baik Direktur Utama maupun Direktur dan Pejabat eksekutif dihadirkan ke Kota Semarang untuk melakukan komitmen penyelesaian dan perbaikan PD BPR Salatiga.

Dari tindak lanjut penyelesaian komitmen tersebut ternyata tidak dilakukan perbaikan PD BPR Salatiga. Ditemukan praktik-praktik penyimpangan penggunaan dana-dana nasabah, baik yang tersimpan di PD BPR Salatiga maupun dana-dana yang akan disetor ke PD BPR Salatiga tetap berjalan. 

“Hal tersebut disebabkan sistem akutansi di PD BPR Salatiga dikembalikan seperti semula karena adanya temuan BI,” lanjut jaksa.

Selain itu, para nasabah yang angsurannya dibalik pada tahun 2009 sudah ada yang melakukan pelunasan, sehingga terjadi kekurangan pembayaran pokok pinjaman yang berdampak meningkatnya selisih saldo dan permasalahan selisih saldo dari tahun 2008 sampai tahun 2010. 

“Terdapat dana-dana nasabah yang belum dapat dikembalikan atau dipulihkan. Selain itu temuan dari penyalahgunaan pegawai terhadap dana di PD BPR Salatiga hasil temuan Bank Indonesia juga belum terselesaikan,” imbug penuntut umum.

Korupsi PD BPR Bank Salatiga telah menyeret Muhammad Habib Shaleh (49), selaku direktur utama. Kasus dugaan korupsi dengan kerugian negara sekitar Rp 24 miliar itu mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Semarang. M Habib Shaleh disangka korupsi secara melawan hukum atau menyalahgunakan wewenangnya selaku direktur utama. 

(far)