Keberatan Bupati Kudus M Tamzil Atas Dakwaan Suap dan Gratifikasi Ditolak Hakim

oleh

Semarang – Eksepsi atau keberatan Bupati Kudus nonaktif, Muhammad Tamzil atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum perihal tuduhan dugaan suap dan gratifikasi jual beli jabatan ditolak hakim.

Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Semarang yang memeriksa perkaranya menolak eksepsi dan memerintahkan JPU melanjutkan pemeriksaan pokok perkara M Tamzil.

” Menyatakan keberatan atau eksepsi terdakwa seluruhnya tidak diterima.Surat dakwaan telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 143 huruf a dan b KUHAP, ” tutur ketua majelis hakim, Sulistiyono membacakan amar putusan Sela, Senin (23/12/2019).

Majelis hakim menyatakan alasan keberatan yang diajukan penasehat hukum tersebut tidak beralasan sehingga harus dinyatakan tidak diterima.

Menurutnya, JPU telah menguraikan dengan jelas waktu kejadian, dan peran serta bagaimana terdakwa melakukan tindak pidana.

Ia mengatakan surat dakwaan JPU telah memenuhi syartat formil dan materiil sebagaimana diatur dalam asal 143 ayat 2 huruf a KUHAP.

Menurut hakim, keberatan penasehat hukum telah memasuki pokok perkara yang harus dibuktikan dalam persidangan.

“Karena eksepsi tidak diterima maka akan diperintahkan perkara ini dilanjutkan, ” tukasnya.

Sidang pemeriksaan perkara akan dilaksanakan pada Senin (30/12) mendatang. JPU berencana akan menghadirkan saksi sebanyak 30 orang.

Menyikapi putusan itu penasehat hukum M Tamzil, Agus Yudi Sasongko mengaku tak terima dan akan mengajukan banding. Upaya hukum banding atas eksepsi akan diajukan bersamaan pada putusan akhir.

Menurutnya, dakwaan JPU KPK masih melanggar KUHAP satu diantaranya perubahaan pasal 12 B UU Tipikor tidak dilandasi dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

” Adanya perubahan pasal harus dilandasi dengan Sprindik baru. Kalau tidak dilandasi bisa disebut pasal liar, ” tuturnya.

Disisi lain, pihaknya juga meminta mendesak untuk mengungkap keterkaitan ajudan Bupati Kudus, Uka Wisnu Sejati terkait kasus suap yang merugikan kliennya. Namun demikian dirinya masih akan melihat kembali fakta di persidangan.

“Secara langsung saya akan mensesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa lebih insentif peran dari Uka. Karena selama ini pak Tamzil tidak tahu ada perjanjian apa antara Uka, Agus, dan Sofyan, ” ujarnya.

Selain didakwa menerima suap Rp 750 juta dari Akhmad Sofhian, M Tamzil didakwa menerima gratifikasi uang terkait jabatannya sebagai Bupati Kudus. Gratifikasi diterima Tamzil dari sejumlah anak buahnya di lingkungan Pemkab Kudus. Di antaranya Sekretaris Daerah (Sekda) dan sejumlah Kepala Dinas (Kadis) serta ajudannya.

Total penerimaan gratifikasi yang diterima M Tamzil sebesar Rp2.575.000.000. Uang itu sebagian besar berasal dari sejumlah rekanan, kontraktor yang mengerjakan proyek di Kudus.

Diduga pemberian itu terkait jual beli proyek M Tamzil dengan rekanan. Sejauh ini, KPK belum membidik dugaan suap jual beli itu.

Dalam dakwaan kesatu, M Tamzil dijerat Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Atau kedua. Pasal 11 Undang-Undang yang sama Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan dakwaan kedua, dijerat Pasal 12 B Undang-Undang ya g sama juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

(far)